Sabtu, 09 Desember 2017

Spiritual Journey To Infrastructure Journey


“Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (Al-Hajj : 27)
            Indonesia merupakan Negara dengan populasi penduduk beragama Muslim terbesar di dunia. Kesadaran umat Islam untuk menjalankan rukun Islam kelima, untuk menunaikan Ibadah haji membuat niat dan keinginan tersebut belum terbendung dalam kuota pengiriman jamaah haji yang di Izinkan. Sehingga umat Islam Indonesia harus menunggu bertahun-tahun bahkan setelah bertahun-tahun pula mengumpulkan uang untuk dapat memenuhi syarat mendaftarkan diri sebagai peserta haji.

            Tahun ini sejumlah 221.000 orang jamaah asal Indonesia berangkat menuju tanah suci untuk melaksanakan Ibadah Haji. Sebuah pengharapan bagi umat Islam lainnya, menunggu dengan doa dan harap agar kelak diberikan kesempatan untuk  menjalankankan spritual journey, menyempurnakan rukun Islam. Harapan untuk penambahan kuota jamaah, harapan untuk fasilitas dan kenyamanan dalam beribadah, serta perlindungan dari pemerintah. Harapan itu tumbuh melalui semangat mencari receh demi receh, rupiah demi rupiah yang tertatih-tatih dikumpulkan umat Islam.

            Akhur-akhir ini, timbul wacana pemerintah untuk memanfaatkan dana haji yang telah dikumpulkan rakyat untuk diInvestasikan kepada Infrastruktur yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Secara yuridis Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji telah memberikan batasan pengelolaan keuangan haji yaitu untuk meningkatkan:
a.       Kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji
b.      Rasionalitas dan Efisiensi Penggunaan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji)
c.       Manfaat bagi Kemaslahatan Umat.

Tegas sekali bahwa pengelolaan keuangan haji hanya dapat digunakan untuk 3 hal diatas. Dana haji boleh digunakan untuk Infrastruktur, namun yang bermanfaat bagi penyelenggaraan haji. Contohnya peningkatan fasilitas pusat pelatihan dan wisma haji atau Asrama haji (Akomodasi) selama penyelenggaraan Ibadah Haji. Hal itu akan lebih terasa manfaatnya bagi “pemilik dana”. Kemaslahatan umat yang dimaksud adalah seperti kegiatan pelayanan sebelum keberangkatan jamaah haji, ekonomi umat, pendidikan dan dakwah, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.

            Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dibentuk bertujuan untuk mengeloala dana haji Jamaah (rakyat), oleh karenanya BPKH dalam pengelolaannya harus pro terhadap Jamaah, bukan Pro terhadap Pemerintah. BPKH harus selalu mempertimbangkan prinsip syariah, kehati-hatian, nilai manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntable dalam mengelola dana jamah haji sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji. Sementara investasi Infrastruktur dirasa tidak sesuai dengan azas serta prinsip dalam pengelolaan keuangan haji sebagaimana yang ditentukan undnag-undang. 

Bahwa, Niat pemerintah untuk menggunakan dana haji untuk kepentingan Infrastruktur sangat melenceng dengan Undang-Undang. Pengabaian Undang-Undang oleh Pemerintah merupakan State Crime (Kejahatan Negara), apalagi ini menyangkut dana rakyat, umat Islam yang tidak diperoleh dengan mudah.

      Investasi dalam bentuk Infrastruktur merupakan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah. Jangan lagi libatkan uang rakyat untuk dengan penggunaan yang tidak semestinya. Pembangunan Infrastruktur merupakan Investasi yang beresiko, tidak jelas nilai manfaatnya bagi calon Jamaah haji, apalagi dengan fenomena korupsi yang membudaya. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun menyatakan lemahnya pengendalian Internal sejumlah kementerian dan lembaga negara mamicu ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Sangat besar peluang keuangan haji mengalami hal serupa, karena pengelolaan keuangan haji rentan dengan penyimpangan, terbukti dengan kasus korupsi yang juga melibatkan Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Keuangan Haji bukanlah kewajiban seperti Pajak, tapi merupakan tabungan umat. Siapa yang akan bertanggungjawab jika proyek rugi dan tabungan umat tidak bisa dikembalikan?. Sehingga sangat wajar bila rakyat (umat Islam) khawatir hal ini akan menghambat dan/atau mengurangi fasilitas pelayanan jamaah haji di kemudian hari.
       Bahwa, yang terpenting penggunaan dana haji oleh pemerintah tentu harus ada persetujuan dari pemilik dana. Dalam pengelolaan dana haji ada dua akad yaitu akad muqayyadah yang penggunaan dananya harus atas persetujuan pemilik dana. Dan akad mutlaqah yang pengelolaannya diserahkan ke pengelola. Namun, keduanya harus memiliki persetujuan dari pemilik dana. Sehingga dalam pengelolaan dana/keuangan haji, Pemerintah melalui BPKH haruslah mengelola keuangan haji secara transparan dan dikeloa sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tidak bertentangan dengan keinginan rakyat (pemilik dana haji),
          Bahwa, Kebijakan-kebijakan yang ambiguitas akan menimbulkan keresahan di Masyarakat. Apa yang dicanangkan oleh Pemerintah haruslah sesuai dengan kehendak dan kemanfaatan bagi rakyat. Suatu perencanaan yang baikpun harus dibicarakan secara musyawarah, karena itulah makna dari Demokrasi Pancasila, - Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan -. Apa yang terjadi akhir-akhir ini jangan sampai menjadikan pemerintah kehilangan kepercayaan dari rakyat terutama umat Islam. Kepentingan rakyat harus diutamakan dan dilindungi, sehingga rakyat pun akan menghormati serta dapat bekerjasama dengan Pemerintah dalam memajukan kesejahteraan dan pembangunan Indonesia kedepannya. (Dr. K/a - 2 Agustus 2017)
 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates