Rabu, 16 November 2016

ke syurga bersama orang tua

Bersama Orang Tua Menggamit Syurga
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya[ath-Thûr/52:21]
Saudariku tercinta...
Kenikmatan hakiki seorang mukmin adalah saat ia menginjakkan kakinya di pelataran Syurga. Kenikmatan terindah yang diidamkan setiap mukmin. Sebab Alloh telah memberikan kisah indah dalam firman-Nya, Ia dengan keMaha Adilan-nya pun memberikan nikmat lain yang tak pernah disangka manusia. Yaitu kelak di Syurga Alloh akan mempertemukan orangtua dengan anak cucu mereka. Masya Alloh..
 Bersama  Orang Tua menggamit Syurga
Dalam tafsir ayat ini kita akan mentadaburi kasih-Nya yang tak terhingga. Dalam ayat ini Alloh berfirman Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. Maksudnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya tafsir al-Munir bahwa kelak di Syurga para orang tua akan dipertemukan dan dikumpulkan dengan anak keturunan mereka yang mengikuti jejak mereka dalam keimanan, ditempatkan di Syurga pada derajat yang  sama.
Hal tersebut ditujukan sebagai bentuk takriman (pemuliaan), ganjaran dan balasan tambahan terhadap para orang tua supaya tenang dan tentram jiwa mereka, damai sejuk dengan berkumpulnya mereka bersama anak cucunya di Syurga walaupun amalan anak cucu (yang beriman) tidak sebanding atau sepadan dengan amal dan ganjaran mereka. Inilah kasih sayang Alloh yang mendahului amarah-Nya. Semua hal tersebut diatas senada dengan sebuah riwayat marfu’ bahwa Nabi SAW., bersabda  sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibu Jarir, Ibnu Mundzir, al-Hakim, dan al-Baihaqy dari sahabat Ibnu Abbas bahwa Alloh SWT akan mengangkat derajat anak cucu orang mukmin kelak di Syurga bersama mereka dalam satu derajat walaupun amalan anak cucu mereka tiada sama dengan mereka supaya tentram pandangan mereka.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafidh ath-Thabrany dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW., beliau bersabda: “Jika salah seorang masuk Syurga maka ia akan bertanya mengenai bapaknya, istrinya serta anaknya. Maka kemudian dikatakan padanya bahwa mereka tidak sampai derajatmu, lantas lelaki tersebut berkata, “ wahai Rabbku, sungguh aku telah beramal untukku dan untuk mereka”. Kemudian kaum kerabat atau keluarganya menyusul bersamanya. Setelah itu Ibnu Abbas membaca firman-Nya tersebut“.
Tidak Mengurangi Pahala Orang Tua
Kenikmatan tersebut diatas tidaklah mengurangi pahala amal orangtua mereka. Hal ini seirama dengan yang diungkapkan oleh Imam ath-Thabari: Kami tidak mengurangi ganjaran kebaikan mereka sedikit pun dengan mengambilnya dari para orang tua untuk kemudian Kami tambahkan bagi anak-anak mereka yang Kami tempatkan bersama mereka. Akan tetapi, Kami beri mereka pahala dengan penuh, lantas Kami susulkan anak-anak mereka ke tempat-tempat mereka (para orang tua) atas kemurahan dan kasih sayang Kami bagi mereka.
Hanya Berlaku Dalam Syurga, Sebab Setiap Manusia Terikat dengan Amalnya
Penyepadanan derajat dan ganjaran yang Alloh SWT., berikan bagi orang tua dan anak cucunya hanyalah berlaku dalam hal derajat dan ganjaran syurga saja, tidak pada selainya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh as-Sa’di bahwa, penggalan ayat ini ditujukan untuk menghilangkan prasangka bahwa anak-anak penghuni neraka (ahlun-nar) pun mengalami hal serupa. Yaitu akan berada di tempat yang sama dengan orang tua mereka. Lantas Allah SWT., mengabarkan bahwa keadaannya tidak demikian. Dalam masalah ini, tidaklah sama kondisi antara surga dan neraka. Neraka adalah tempat penegakan keadilan. Sehingga Allah SWT., tidak akan mengadzab seseorang kecuali dengan perbuatan dosanya. Seseorang juga tidak memikul dosa orang lain. Hal ini dikarenakan Alloh SWT telah mengatakanya sendiri dalam firman-Nya, “ setiap jiwa itu berdasarkan apa yang ia usahakan”. Maksud dari ayat ini ialah bahwa setiap jiwa tertahan dengan amalnya, ia tidak dibebani dosa orang lain baik orang tersebut adalah sang bapak maupun sang anak. Hal tersebut senada dengan sebuah ayat lain “setiap yang berjiwa bertanggung jawab atas apa yang telah mereka usahakan kecuali penduduk syurga”. (QS. Al-Mudatsir: 38-39)
Akhwaty…Ini semua merupakan karunia Alloh bagi para anak dengan berkah amal orangtua mereka, begitupun sebaliknya. Seorang bapak juga mendapat berkah dari doa anaknya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah ia berkata, Rasuulloh SAW., bersabda, “ sesungguhnya Alloh SWT.,mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di Syurga, maka hamba berkata, “ wahai Rabb, bagaimana semua ini terjadi? Maka Alloh berkata, “ karena permohonan ampun anakmu untukmu”. Semoga dengan ini kita mampu menjadi orang tua yang shalih yang dapat mengangkat derajat anak kita di Syurga dan menjadi anak sholih yang senantiasa mendoakan kedua orang tua. Wallohu A’lam.
       Ref:  Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Karim  ar-Rahman, hlm. 780
       Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabary, jild. 9/ 7656
       Ismail Haqy bin Musthafa al-Khalwaty, Ruhul Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jild. 9/ 191

       Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir,jild. 14/ 73 dan 86 

ibnu al-jauzi

Ibnul Jauzi,
Mencari Sahabat Akhirat dengan Nasihat
Ibnu al-Jauzi. Ya.  Siapa yang tak kenal dengan ulama satu ini. Ulama dengan karya yang berjibun. Ulama yang  nasihatnya menghujam dalam kedasar kalbu. Seorang ulama Iraq yang sangat alim, hafal al-Qur’an, muballigh yang handal, namanya pun harum di segenap penjuru dunia. Ia adalah Jamaluddin bin al-Farj Abdurrahman bin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ubaidillah bin Abdulloh bin Hamady bin Abdurrahman bin al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Shiddiq al-Qurasyi at-Tamimy al-Bakri al-Baghdadi al-Hanbali. Beliau lebih terkenal dengan sebutan Abu al-Farj Ibnul Jauzy.
Dialah sang mufassir dengan tebaran karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu. Kakeknya di kenal dengan al-Jauzy di daerah Jauzah. Ianya adalah seorang ulama yang dilahirkan di Baghdad pada tahun 511 H atau 1117 M. Tepatnya lahir pada era dinasti Abbasiyah pada saat kepemimpinan al-Mustadhhir Billah. Ibnul Jauzy tumbuh dalam keluarga  berkecukupan lagi kaya. Kerabatnya merupakan pedagang perunggu sehingga terkadang beliau menamakan dirinya dengan Abdurrahman ash-Shaffar atau Ibnul Jauzy ash-Shaffar.
Ayahnya, Abdurrahman bin al-Jauzy wafat tatkala beliau masih berumur tiga tahun. Lantas beliau diasuh oleh ibu dan bibinya. Beliau tumbuh dengan baik dan cerdas dibawah pengasuhan keduanya. Setelah menginjak dewasa, bibinya melihat kecerdasan dalam dirinya sehingga sang bibi mengirimkanya pada al-Hafidz bin Nashir untuk diajari ilmu agama lebih banyak dari sebelumnya. Hal tersebut terjadi saat umur beliau masih lima tahun, yaitu pada tahun 516 H.
Akhlak dan Ibadahnya
Ibnul Jauzy kecil sangat suka dengan ilmu. Ia tumbuh menjadi seorang yang wara’, bertaqwa lagi zuhud. Ia tidak suka banyak bergaul dengan orang karena takut waktunya terbuang, terjerumus pada hal yang sia-sia, sehingga ia amat menjaga dirinya, ruhnya, serta waktunya. Al-Hafidz Ibnu Katsir mengomentari beliau, “ dahulu tatkala ia masih kecil, ia tidak banyak bergaul dengan orang dan tidak pula memakan sesuatu yang masih syubhat. Ia tidak keluar rumah kecuali untuk melaksanakan sholat Jum’at, dan ia tidak bermain dengan anak-anak kecil lain.”
Ia banyak membaca al-Qur’an, menghatamkanya sekali dalam setiap minggu, melaksanakan sholat malam, sentiasa berdzikir pada Alloh dan hidup dalam keshalihan. Ia memiliki akal yang cerdas  dan jawaban yang tepat.
Majlis Nasihat
Diantara kegiatan beliau adalah sebagai pemberi nasihat. Ya. Kesungguhan beliau tidak hanya terbatas pada tulisan pena dan karangan-karangan beliau, tetapi lebih dari itu. Imam Ibnul Jauzy memiliki andil besar dan amat terkenal dalam memberikan nasihat, peringatan, khutbah-khutbah, maupun dakwah yang sifatnya umum maupun khusus. Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa ia memiliki kelebihan tersendiri dalam teknik memberikan nasehat yang belum pernah disamai oleh seorangpun. Perhatianya dalam bidang ini pun belum ada tandinganya. Demikian dalam metodenya, tutur katanya, keindahan setiap untai katanya, kemanjuran nasihatnya, kedalaman pembahasanya tentang nilai moral serta pendekatanya pada hal baru. Kelebihanya dapat kita lihat dari ungkapanya yang ringkas lagi mudah dipahami, dimana beliau mampu menghimpun beragam gagasan dalam satu kalimat singkat”.
Tersebab kegiatan beliau sebagai seorang pemberi nasihat, penceramah, guru dan penulis serta tingkat pemahaman beliau terhadap hadits, maka pada suatu ketika tatkala Ibnul Jauzi sedang bersama para sahabat dan muridnya ia berkata, “jika kalian tidak menemukanku di Syurga, maka tanyakanlah tentang aku pada Alloh. Ucapkanlah, “wahai rabb kami, hamba-Mu fulan dulu ia pernah mengingatkan kami untuk mengingatMu, maka masukanlah ia bersama kami di Syurga-Mu”, lantas beliau menangis. Hal ini karena terdapat sabda nabi yang mengatakan bahwa “Apabila penghuni syurga telah masuk ke dalam syurga, lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu sewaktu di dunia. Mereka pun bertanya tentang sahabat mereka kepada Allah: "Ya Rabb. Kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia solat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami." Maka Allah berfirman: "Pergilah kamu ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabat mu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarah."
Menuju Rafiqul A’la
Setelah usianya ia kerahkan untuk menyeru, da’I, penulis, zuhud dan ikhlas, sekitar 90 tahun, maka sudah saatnya ia kembali pada pangkuan sang Pencipta. Beliau wafat di Baghdad pada malam jum’at pada tanggal 12 Ramadhan 597 H.  beliau di kuburkan disisi imam Ahmad bin Hanbal.
Ya Alloh…rahmat-Mu semoga senantiasa iringi dirinya, masukan ia kedalam surga-Mu yang lapang nan penuh kenikmatan. Dan semoga kita dapat mengambil manfaat dari ilmu yang ia wariskan.
Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menapaki jejak langkahnya. Memompa diri agar memiliki jiwa teguh nan semangat sepertinya, berjuang untuk agama, menasihati dalam benar dan taqwa, menjejali hidup untuk saling menasehati. Tersebab nasihat merupakan amalan sederhana yang sangat berpengaruh untuk jiwa. Denganya  seseorang dapat terangkat dari api neraka. Cukuplah semua ini menjadi hikmah untuk kita semua.
Ref: Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah/ 13: 28-29
       Ibnul Jauzi, Shaidul Khatir

       Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf/ 716, 719

Sabtu, 12 November 2016

wanita tak berkabung

Wanita Tak Berkabung

melihat Surti datang, ibu-ibu segera mencegatnya dan memberitahukan bahwa pada tanggal 11 Muharram suaminya meninggal dunia. surti lalu terdiam sesaat dan kemudian meneruskan langkahnya. "hemm...aku tak perlu berkabung," gumamnya. mengapa Surti tidak perlu berkabung, padahal suaminya meninggal dunia? bukankah mestinya ia berkabung 4 bulan 1 hari?



lets know the answer:


sebab hari itu adalah tanggal 21 Jumadil Ula, yaitu sehari setelah kewajiban berkabungnya yang 4 bulan 10 hari selesai. dia memang baru tahu suaminya meninggal setelah 4 bulan 11 hari berlalu, tapi secara syar'i ia tidak perlu berkabung karena masanya telah habis terlewati. jika ada yang mau menikahinya, hari itu Surti sudah boleh menjalaninya.

disarikan dari majalah fikih Hujjah.

ayo kawan, tingkatkan pengetahuan seputar fikih kita dengan membaca serta berlangganan majalah fikih Hujjah. dijamin banyak manfaatnya...

sejarah pertumbuhan tafsir



Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan  Tafsir
oleh: Nay Binta
Telah menjadi sunnatulloh bahwa Ia mengutus seorang Rosul pada suatu kaum dan menurunkan al-kitab yang dijadikan sebagai pedoman dengan bahasa mereka. Tak terkecuali nabi Muhammad Saw, beliau diutus oleh Alloh SWT membawa satu mukjizat agung yaitu Al-Qur’an kepada bangsa Arab.Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan lisan Arab sehingga tak dapat dipungkiri lagi bahwa hal tersebut amat membantu mereka dalam memahami Al-Qur’an.
Al-Qur’an telah meninggikan kalam Arab baik dari segi lafadz, susunan bahasa maupun kebalaghahan maknanya.Para sahabat Rosul paham betul Al-Qur’an, jika mereka mendapati kebingungan dalam memahami suatu ayat maka mereka akan menanyakanya pada Rosulloh SAW dan beliaupun menjelaskanya pada mereka  sehingga jelaslah apa yang awalnya mereka bingungkan.Karena itulah, ilmu tafsir tumbuh dan terus berkembang dari masa ke masa.
         I.     Masa Tasyri’ (masa Rosul)
Alloh SwT telah menurunkan Al-Qur’an dan Dialah yang akan menjaganya.Sebagaimana Ia memberikan amanah pada Rosul-Nya untuk menjaganya dalam dada dan menjelaskan kandungan Al-Qur’an pada umatnya.Alloh ta’ala berfirman pada nabi-Nya: (An-Nahl: 44)
Para ulama berselisih pendapat mengenai kadar ayat yang Rosululloh Saw tafsirkan.Dalam hal ini ada 2 pendapat:
·       Rosul menjelaskan semua makna dalam Al-Qur’an, sebagaimana beliau telah menjelaskan lafadz-lafadznya.
Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah , beliau berkata:
“Suatu hal yang wajib diketahui bahwa Rosulloh SAW menjelaskan kepada para sahabatnya makna Al-Qur’an sebagaimana beliau menjelaskan lafadz-lafadznya”.
Hal ini termaktub dalam firman Alloh Ta’ala dalam surat An-Nahl: 44.
Adapun dalil yang menjadi hujjah mereka diantaranya:
*    Ayat ke 44 surat An-Nahl
“wa anzalna ilayka dzikra litubayyina linnasi ma nuzzila ilaihim”
“Al-bayan” yang terdapat dalam ayat tersebut mencakup makna dan lafadz, dengan kata lain; sebagaimana Rosul menjelaskan lafadz Al-Qur’an secara keseluruhan maka, begitulah beliau menjelaskan makna Al-Qur’an’’.
*    Hadits Anas bin Malik Ra. :
“Seorang sahabat jika ia membaca Al-Baqarah dan Ali Imran maka ia akan berhenti pada surat tersebut(memahami maknanya)”.[1]
Dan begitu pula riwayat lain bahwa  Ibnu Umar Ra menghafal Al-Qur’an surat Al-baqarah selama beberapa tahun”.[2]
Dengan 2 dalil diatas,  pemegang pendapat ini mengatakan jikalau maknanya hanya sekadar mengahafalnya saja maka, mereka tak akan membutuhkan waktu yang lama.Hal ini menunjukan bahwa yang dimaksud disini adalah memahami maknanya.
·       Rosulloh Saw tidaklah menjelaskan makna ayat kecuali sedikit saja.
Dalil yang menjadi sandaran mereka diantaranya:
*      “Mereka mengatakan bahwa  Alloh SWT memerintahkan nabi-Nya  untuk membatasi dalam pemberian makna ayat kepada para sahabatnya. Hal tersebut berfungsi memberikan kesempatan pada para sahabat supaya mereka bisa berfikir tentang kalamulloh dan mempelajari maknanya yang tidak dijelaskan, menyelaminya dan mengambil kesimpulan dengan rujukan dalil-dalil yang sudah ada diantara mereka”.[3]
*            Kalaupun Rosululloh SAW menjelaskan semua makna dalam Al-Qur’an maka, do’a Rosul untuk Ibnu Abbas ( Allohumma faqqihhu fi ad-din wa ‘allimhu at-ta’wil) seakan sia-sia belaka. Karena manusia seolah pada satu tingkatan dalam menta’wilkan Al-Qur’an.Lalu, mengapa Rosul mengkhususkan Ibnu Abbas dengan doa tersebut? Hal ini dapat diartikan bahwa Rosululloh SAW tidak menjelaskan makna lafadz dalam Al-Qur’an secara keseluruhan.
·       Pendapat yang paling rajih dalam hal ini (menurut penulis):
Yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Rosul tidaklah mentafsirkan semua ayat dalam Al-Qur’an.Hal ini disebabkan karena:
1)    Ada Ayat-ayat  yang dalam memahaminya memerlukan ilmu mengenai kalam al-araby , dan  adapun Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka (kalam al-‘araby) maka, dalam hal ini tidak memerlukan tafsiran lagi.
2)    Ada pula ayat –ayat yang dapat langsung dipahami oleh akal, dalam hal ini sudah tidak memerlukan bayan lagi.
Contoh:
حرمت عليكم أمهاتكم[4]
“Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian”
3)    Ada pula ayat-ayat yang  Alloh SWT merahasiakan ilmu tentangnya.
Diantaranya mengenai waktu terjadinya hari kiamat, hakikat ruh, dan setiap perkara ghaib yang Alloh tidak menghabarkanya pada Nabi SAW, lalu bagaimana Rosul akan menjelaskan pada umatnya sedang beliau tidak mengetahuinya!.
4)    Ada ayat-ayat yang tidak terlalu berarti jika kita mengetahui maknanya.
Contoh: Warna anjing ashabul kahfi, tongkat nabi musa terbuat dari kayu apa…hal seperti itu tidak terlalu memberikan manfaat jika kita tahu tentangnya.
Kesimpulan : “ Rosululloh Saw tidaklah menafsirkan Al-Qur’an keseluruhanya, tidak pula hanya sedikit darinya tapi, beliau menjelaskan sebagian saja yang dirasa perlu penjelasan mengenai ayat tersebut”.

Ø Metode Tafsir Rosululloh SAW
Rasululloh SAW dalam mentafsir Al-Qur’an tidaklah menjelaskan keseluruhan tapi, hanya yang dirasa perlu dan tidak mentafsirkan sesuatu yang tidak memiliki manfaat besar jika ditafsirkan.
Dan diantara metode yang Rosul Saw gunakan dalam mentafsir Al-Qur’an diantaranya:
a)    Menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Al-qur’an
Contoh: ayat tentang sholat belum dijelaskan kaifiyahnya dalam Al-Qur’an maka, Rosul-pun mejelaskanya dengan sabdanya: ‘’Shollu kama ra-aitumuny ushally”, yang artinya; “ shalatlah kalian sebagaimana aku shalat”.
b)    Menjelaskan kemusykilan Al-Qur’an ( masih membingungkan)
Contoh:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “[5]maka, hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah  ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat ini, tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya bunayya la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”[6] sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
c)    Mentakhsish[7] keumuman Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan Alloh mensyariatkan padamu tentang pembagian waris untuk anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan..” dalam ayat ini terdapat keumuman berupa semua anak mendapat waris lalu, Nabi SAW mentakhsisnya dengan sabdanya : “ tidak ada waris bagi pembunuh ( yang membunuh pemberi waris)”.
d)    Mentaqyid [8] yang muthlaq dalam Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan bagi pencuri laki-laki maupun perempuan maka potonglahtangankeduanya “ dalam ayat tersebut hanya dicantumkan kemuthlakan ayat yaitu, tangan tanpa ada sifat atau keterangan mengenai tangan yang bagaimana. Kemudian rosululloh Saw memberi keterangan bahwa yang dimaksud “tangan” dalam ayat tersebut adalah pergelangannya.[9]
e)    Menjelaskan lafadz yang masih memiliki kaitan atau Rosul bersabda sebagai penguat hukum suatu ayat.
Contoh: ayat tentang kewajiban shalat  yaitu “waaqimu ash-shalat..”dengan sabda beliau: “ Islam dibangun atas 5 perkara; bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah selain Alloh dan Muhammad Saw adalah utusan Alloh Swt, mendirikan shalat….”

           II.     Tafsir pada Masa Sahabat
Sebagaimana telah kami sebutkan pada pasal sebelumnya bahwa para sahabat adalah orang Arab asli yang paham Al-qur’an yang mana jika mereka mendapati hal musykil dalam Al-Qur’an mereka akan menanyakanya pada Rosul Saw dan merekapun akan mendapatkan jawaban yang cukup. Adapun setelah Rosululloh Saw wafat maka,  ketika dibutuhkan penafsiran tentang ayat-ayat al-Quran para sahabatlah yangmenjadi rujukan untuk menafsirkankalamullah. Karena, generasi terdekat dengan nabi padakala itu adalah generasi para sahabat, mereka mengalami masa ketika wahyu diturunkankepada nabi, dan mengetahuiasbabunnuzul ayat-ayat yang diturunkan.
Dalam mentafsirkan Al-Qur’an para sahabat terkadang berbeda pendapat, hal tersebut dikarenakan beberapa sebab diantaranya:
perbedaan mereka dalam masalah Ilmu Bahasa, di antara mereka ada yang mengetahui sastra Arab dan gaya Bahasa Arab dan di antara mereka ada yang tidak, perbedaan mereka dalam mendampingi Nabi saw, sehingga di antara mereka ada yang mengetahui sebab turunnya ayat, dan ada pula yang  jarang mendampingi beliau sehingga tidak mengetahui sebab turunnya ayat, serta perbedaan mereka dalam memahami ilmu syar’I dan perbedaan intelejensia.[10]

·  Keistimewaan Tafsir periode sahabat
@. Sedikit sekali mengambil tafsiranya dari kabar israiliyyat.[11]
@.Tafsir mereka belum mencakup seluruh ayat Al-Qur’an, karena mereka paham bahasa Arab.
@.Mereka tidak terlalu membebani dalam menafsirkan ayat sehingga sampai terjerumus pada lubang dosa, mereka mencukupkan diri untuk mengetahui makna global dan tidak mencari makna rinci jika tidak ada manfaat dari rincian tersebut.
C0ntoh: ayat: “ wa fakihata wa abba”
Mereka mencukupkan  menafsirkan ayat tersebut  dengan banyaknya nikmat Alloh yang Dia anugerahkan pada hambanya.
@.Sedikit kodifikasi Tafsir, kebanyakan mereka menjaga tafsir melalui riwayat saja, kalaupun ada yang membukukan, hal itu hanya segelintir saja,dan diantara sahabat yang berusaha membukukanya adalah sahabat Abdulloh bin amru bin al-Ash ra. beliau membukukan lembaran-lembaran miliknya dan dinamakan dengan “ Ash-Shadiqah”. Beliu berkata mengenai Ash-Shadiqah; “ Shadiqah didalamnya mencakup segala yang telah aku dengar dari Rosul dan tidak ada seorangpun diantara kami berdua”.[12]

·  Metode Sahabat dalam mentafsirkan Al-Qur’an
3 Asas Tafsir Sahabat:
1.        Mentafsirkan Al-qur’an dengan Al-Qur’an
Al-Quran mencakup seluruh ayat atau kalimat yang ijaz, ithnab, ijmal, tabyiin, danseluruh istilah lughawiyyah. Hal ini menuntut para sahabat untuk kembali ke al-Qurandalam menafsirkan terutama ayat-ayat yangmuta’aridhah (bertentangan). Dengan caramengumpulkan ayat-ayat tersebut dan membandingkan dengan ayat yang terdapat pada surat yang lain.Dan diantara contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an pada ayat mujmal yaitu; ada sebuah ayat  yang diturunkan global disuatu tempat pada Al-Qur’an dan ditempat lain dirincikan, seperti kisah Adam dan iblis dan kisah Musa dengan Fir’aun.
Metode tafsir ini adalah metode tafsir terbaik.[13]
2.        Tafsir Qur’an dengan qaul rosul
Contoh dalam hal ini adalah:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “[14]maka, hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah  ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat ini, tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya bunayya la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”[15] sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
Diriwayatkan jugaoleh Tirmidzi dari Ali ra. Bahwa ia berkata:” Aku bertanya pada Rosululloh mengenai “ yaumul hajjil akbar” maka Rosul bersabda: “ Haji akbar adalah hari nahr”.[16]
3.        Tafsir al-Qur’an dengan Ijtihad dan Istinbath
Jika para sahabat tidak mendapati tafsir suatu ayat dam Al-qur’an maupun as-Sunnah maka, mereka berijtihad mengenai tafsir ayat tersebut.Hal ini (ijtihad) dikarenakan para sahabat adalah orang yang paling tahu bahasa Arab, sebab nuzul suatu ayat, dan kebersamaan mereka di majlis Rosul lebih banyak.
Diantara sebab rinci kebolehan mereka mentafsirkan suatu ayat dengan ijtihad mereka diantaranya:
1.        Mereka paham bahasa arab asli dan kandungan bahasa tersebut sehingga hal ini membantu mereka memami suatu ayat.
2.        Kepahaman mereka terhadap adat istiadat jahiliyyah sehingga membantu mereka dalam meluruskan adat tersebut.
3.        Kepahaman mereka terhadap keadaan ahlu kitab[17] yang berada di jazirah Arab saat turunya wahyu . Hal ini membantu mereka mengetahui mana  ayat-ayat yang ditujukan untuk mereka dan mana  yang ditujukan pada orang muslim.
4.        Kepahaman dan pengetahuan mereka mengenai sebab turunya suatu ayat.
Hal ini membantu mereka memahami berbagai ayat, sebagaimana tercantum dalam sebuah kaidah :
“Pengetahuan mengenai sebab melahirkan pemahaman kita mengenai sesuatu yang disebabkan”.
5.        Kekuatan akal, pemahaman dan pengetahuan mereka.
-          Para sahabat pentafsir Al-qur’an yang masyhur:
Abu bakr Ash-Shidiq,Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,Abdulloh bin Mas’ud,Abdulloh bin Abbas, Zubair bin Awwam, Ubay bin ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ary dan Aisyah ra.
·         Adapun sahabat yang paling banyak riwayat tafsirnya adalah:
a.Ali bin Abi Thalib
Ia dijadikan rujukan tafsirr karena keluasan ilmunya dan ia tidak disibukkan masalah kekholifahan.
b.      Abdulloh bin Mas’ud ( ia mempunyai madrasah tafsir  di Kufah)
Muridnya:
a)      Masruq bin ajda’, b) Alqamah bin qais, c) Al-aswad bin yazid, d) Qatadah bin Diamah as-asdusi, e) Abu Abdurrahman as-silmi, f) dan Amru bin Syurahbil.
c. Abdulloh bin abbas (ia mempunya madrasah[18] tafsir di Makkah)
Muridnya:
Mujahid bin jabr,Sa’id bin jabir,Thawus bin kaysan,Atha bin aby rabbah,Ikrimah budak ibnu abbas.
d.      Ubay bin Ka’ab (ia mempunyai  madrasah tafsir di Madinah)
Muridnya:
Abu Aliyah Ar-riyahy, Zaid bin Aslam, Muhamd bin ka’ab al-Qiradhy, dan anaknya sendiri yaitu ath-Thufail bin Ubay bin Ka’ab.
NB:
Pada masa sahabat terdapat 2 jenis madrasah dalam mentafsirkan Al-Qur’an, yaitu
1.        Madrasah Ahli Atsar,
yang hanya menafsirkan al Qur’an dengan atsar atau riwayat(madrasah Ahli Tafsir bil Ma’tsur, aliran tafsir yang berpegang pada riwayat semata).Diantara sahabat yang mengikuti madrasah (aliran) ini, ialahAbu Bakar r.a. dan‘Umar r.a. Kedua sahabat ini tidak membenarkan penafsiran dengan ijtihad.
2.        Madrasah Ahli Ra’yi
Yaitu mereka yang disamping menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat,jugamempergunakan ijtihad (madrasah Ahli Tafsir bil Ma’qul). Diantara sahabat yang mengikuti madrasah ini ialah Ibnu Mas’ud dan Ibnu‘Abbas. Keduanya berusaha mengumpulkan sunnah yang mengenai tafsir dan keduanya jugaterkenal mahir dalam bidang tawil atau istinbath. Karena itu, banyaklah pemahaman beliau yang  diketengahkan dalam memahami ayat-ayat al Quran.

Dengan begitu, ciri-ciri tafsir pada masa sahabat secara umum yaitu; dengan ayatsendiri, dengan hadits, dan dengan pendapat para sahabat.

·  Hukum Tafsir Sahabat
Tafsir sahabat dibagi menjadi dua:
-          Tafsir mengenai hal yang tak bisa dinalar oleh akal yaitu, mengenai perkara ghaib, asbabunnuzul dan lain-lain serta tafsir tersebut tidak berdasar ra’yu.
Maka hukum tafsir mereka adalah marfu’,  mengenai hal ini adalah WAJIB diikuti.
-          Tafsir shahabat yang tidak mengambil keterangan dari nabi hukumnya mauquf. Ulama berbeda pendapat tentang hadits mauquf ini. Sebagian mengatakan hadits mauquf tidak boleh diambil, sebagian lain mengatakan (pendapat rajihnya)  boleh dengan alasan bahwa shahabat mengambil hadits tersebut karena mendengar dari nabi. Terlebih jika yang membawakan hadits tersebut empat shahabat yang ahli tafsir. Tafsir yang ini menjadi marfu’ hukman.
# Imam Syafii termasuk ulama yang menjadikan perkataan sahabat sebagai hujjah, dan jika para sahabat terjadi silang pendapat, maka ia merujuk pada tafsir Khulafa’ar-Rasyidin,berikut penjelasannya:
-          Jika perkataan mereka sesuai dengan al-Quran dan sunnah, maka perkataan mereka diterima.
-          Jika perkataan mereka tidak berdasar pada al-Quran dan sunnah,maka diambil perkataan yang banyak.
-          Jika perkataan mereka sama,maka dilihat mana yang paling baik takhrijnya.[19]
Contoh Produk Tafsir sahabat
      Al Qosim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Juraij, ia berkata: Ibnu abbas berkata tentang Firman Allah
“wa alquhu fi ghayabatil jubb[20] 
(tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur). Ibnu Abbas berkata: “Al Jubb merupakan nama sumur yang terletak di negeri Syam”.
                                                              


Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin




[1] .Hr.Imam Ahmad dalam AlMusnad, Vol: 3, hal: 12o
[2].Imam Malik, al-Muwatha’, vol: 1, hal: 205
[3]. As-Suyuthy, Al-Itqan, vol: 2, hal: 174-175
[4]Qs. An-nisa: 23
[5]Qs. Al-An’am : 42
[6]Qs. Luqman: 13
[7]Mentakhsis yaitu memberikan suatu kekhususan pada hokum yang masih umum.
[8]Mentaqyid yaitu mengikat sesuatu dengan sifat. Contoh: tangan diikat dengan pergelangan menjadi pergelangan tangan.
[9]Khathib, Muhammad Hujjaj, Ushul hadits, hal: 48, Dar al-Fikr
[10]Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi at-Tafsir, (Riyadh, Muasasah ar-Risalah, 1414 H), cet ke-4, juz 1, hal. 16
[11]Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi at-Tafsir, (Riyadh, Muasasah ar-Risalah, 1414 H), cet ke-4, juz 1, hal. 16 (Kabar israiliyya adalah kabar yang bersumber dari ahlu kitab).
[12]Ibnu Sa’di, Thabaqah al-Kubra, vol: 17, hal: 189 dan al-baghdady, khatib,Taqdimul ilmi, hal: 84
[13]Taimiyah, Ibnu, Muqddimah Ushul Tafsir,hal: 93
[14]Qs. Al-An’am : 42
[15]Qs. Luqman: 13
[16]Hari nahr adalah hari menyembelih qurban.
[17]Ahlu kitab adalah orang yahudi dan nashrani
[18]Madrasah disini adalah aliran
[19]Dr Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam as-Syafi’I, , (Riyadh,Dar Ibnu Hazm, 2006M), jilid : I, hal. 81
[20]Qs. Yusuf : 10
 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates