Sabtu, 12 November 2016

sejarah pertumbuhan tafsir



Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan  Tafsir
oleh: Nay Binta
Telah menjadi sunnatulloh bahwa Ia mengutus seorang Rosul pada suatu kaum dan menurunkan al-kitab yang dijadikan sebagai pedoman dengan bahasa mereka. Tak terkecuali nabi Muhammad Saw, beliau diutus oleh Alloh SWT membawa satu mukjizat agung yaitu Al-Qur’an kepada bangsa Arab.Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan lisan Arab sehingga tak dapat dipungkiri lagi bahwa hal tersebut amat membantu mereka dalam memahami Al-Qur’an.
Al-Qur’an telah meninggikan kalam Arab baik dari segi lafadz, susunan bahasa maupun kebalaghahan maknanya.Para sahabat Rosul paham betul Al-Qur’an, jika mereka mendapati kebingungan dalam memahami suatu ayat maka mereka akan menanyakanya pada Rosulloh SAW dan beliaupun menjelaskanya pada mereka  sehingga jelaslah apa yang awalnya mereka bingungkan.Karena itulah, ilmu tafsir tumbuh dan terus berkembang dari masa ke masa.
         I.     Masa Tasyri’ (masa Rosul)
Alloh SwT telah menurunkan Al-Qur’an dan Dialah yang akan menjaganya.Sebagaimana Ia memberikan amanah pada Rosul-Nya untuk menjaganya dalam dada dan menjelaskan kandungan Al-Qur’an pada umatnya.Alloh ta’ala berfirman pada nabi-Nya: (An-Nahl: 44)
Para ulama berselisih pendapat mengenai kadar ayat yang Rosululloh Saw tafsirkan.Dalam hal ini ada 2 pendapat:
·       Rosul menjelaskan semua makna dalam Al-Qur’an, sebagaimana beliau telah menjelaskan lafadz-lafadznya.
Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah , beliau berkata:
“Suatu hal yang wajib diketahui bahwa Rosulloh SAW menjelaskan kepada para sahabatnya makna Al-Qur’an sebagaimana beliau menjelaskan lafadz-lafadznya”.
Hal ini termaktub dalam firman Alloh Ta’ala dalam surat An-Nahl: 44.
Adapun dalil yang menjadi hujjah mereka diantaranya:
*    Ayat ke 44 surat An-Nahl
“wa anzalna ilayka dzikra litubayyina linnasi ma nuzzila ilaihim”
“Al-bayan” yang terdapat dalam ayat tersebut mencakup makna dan lafadz, dengan kata lain; sebagaimana Rosul menjelaskan lafadz Al-Qur’an secara keseluruhan maka, begitulah beliau menjelaskan makna Al-Qur’an’’.
*    Hadits Anas bin Malik Ra. :
“Seorang sahabat jika ia membaca Al-Baqarah dan Ali Imran maka ia akan berhenti pada surat tersebut(memahami maknanya)”.[1]
Dan begitu pula riwayat lain bahwa  Ibnu Umar Ra menghafal Al-Qur’an surat Al-baqarah selama beberapa tahun”.[2]
Dengan 2 dalil diatas,  pemegang pendapat ini mengatakan jikalau maknanya hanya sekadar mengahafalnya saja maka, mereka tak akan membutuhkan waktu yang lama.Hal ini menunjukan bahwa yang dimaksud disini adalah memahami maknanya.
·       Rosulloh Saw tidaklah menjelaskan makna ayat kecuali sedikit saja.
Dalil yang menjadi sandaran mereka diantaranya:
*      “Mereka mengatakan bahwa  Alloh SWT memerintahkan nabi-Nya  untuk membatasi dalam pemberian makna ayat kepada para sahabatnya. Hal tersebut berfungsi memberikan kesempatan pada para sahabat supaya mereka bisa berfikir tentang kalamulloh dan mempelajari maknanya yang tidak dijelaskan, menyelaminya dan mengambil kesimpulan dengan rujukan dalil-dalil yang sudah ada diantara mereka”.[3]
*            Kalaupun Rosululloh SAW menjelaskan semua makna dalam Al-Qur’an maka, do’a Rosul untuk Ibnu Abbas ( Allohumma faqqihhu fi ad-din wa ‘allimhu at-ta’wil) seakan sia-sia belaka. Karena manusia seolah pada satu tingkatan dalam menta’wilkan Al-Qur’an.Lalu, mengapa Rosul mengkhususkan Ibnu Abbas dengan doa tersebut? Hal ini dapat diartikan bahwa Rosululloh SAW tidak menjelaskan makna lafadz dalam Al-Qur’an secara keseluruhan.
·       Pendapat yang paling rajih dalam hal ini (menurut penulis):
Yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Rosul tidaklah mentafsirkan semua ayat dalam Al-Qur’an.Hal ini disebabkan karena:
1)    Ada Ayat-ayat  yang dalam memahaminya memerlukan ilmu mengenai kalam al-araby , dan  adapun Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka (kalam al-‘araby) maka, dalam hal ini tidak memerlukan tafsiran lagi.
2)    Ada pula ayat –ayat yang dapat langsung dipahami oleh akal, dalam hal ini sudah tidak memerlukan bayan lagi.
Contoh:
حرمت عليكم أمهاتكم[4]
“Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian”
3)    Ada pula ayat-ayat yang  Alloh SWT merahasiakan ilmu tentangnya.
Diantaranya mengenai waktu terjadinya hari kiamat, hakikat ruh, dan setiap perkara ghaib yang Alloh tidak menghabarkanya pada Nabi SAW, lalu bagaimana Rosul akan menjelaskan pada umatnya sedang beliau tidak mengetahuinya!.
4)    Ada ayat-ayat yang tidak terlalu berarti jika kita mengetahui maknanya.
Contoh: Warna anjing ashabul kahfi, tongkat nabi musa terbuat dari kayu apa…hal seperti itu tidak terlalu memberikan manfaat jika kita tahu tentangnya.
Kesimpulan : “ Rosululloh Saw tidaklah menafsirkan Al-Qur’an keseluruhanya, tidak pula hanya sedikit darinya tapi, beliau menjelaskan sebagian saja yang dirasa perlu penjelasan mengenai ayat tersebut”.

Ø Metode Tafsir Rosululloh SAW
Rasululloh SAW dalam mentafsir Al-Qur’an tidaklah menjelaskan keseluruhan tapi, hanya yang dirasa perlu dan tidak mentafsirkan sesuatu yang tidak memiliki manfaat besar jika ditafsirkan.
Dan diantara metode yang Rosul Saw gunakan dalam mentafsir Al-Qur’an diantaranya:
a)    Menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Al-qur’an
Contoh: ayat tentang sholat belum dijelaskan kaifiyahnya dalam Al-Qur’an maka, Rosul-pun mejelaskanya dengan sabdanya: ‘’Shollu kama ra-aitumuny ushally”, yang artinya; “ shalatlah kalian sebagaimana aku shalat”.
b)    Menjelaskan kemusykilan Al-Qur’an ( masih membingungkan)
Contoh:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “[5]maka, hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah  ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat ini, tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya bunayya la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”[6] sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
c)    Mentakhsish[7] keumuman Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan Alloh mensyariatkan padamu tentang pembagian waris untuk anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan..” dalam ayat ini terdapat keumuman berupa semua anak mendapat waris lalu, Nabi SAW mentakhsisnya dengan sabdanya : “ tidak ada waris bagi pembunuh ( yang membunuh pemberi waris)”.
d)    Mentaqyid [8] yang muthlaq dalam Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan bagi pencuri laki-laki maupun perempuan maka potonglahtangankeduanya “ dalam ayat tersebut hanya dicantumkan kemuthlakan ayat yaitu, tangan tanpa ada sifat atau keterangan mengenai tangan yang bagaimana. Kemudian rosululloh Saw memberi keterangan bahwa yang dimaksud “tangan” dalam ayat tersebut adalah pergelangannya.[9]
e)    Menjelaskan lafadz yang masih memiliki kaitan atau Rosul bersabda sebagai penguat hukum suatu ayat.
Contoh: ayat tentang kewajiban shalat  yaitu “waaqimu ash-shalat..”dengan sabda beliau: “ Islam dibangun atas 5 perkara; bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah selain Alloh dan Muhammad Saw adalah utusan Alloh Swt, mendirikan shalat….”

           II.     Tafsir pada Masa Sahabat
Sebagaimana telah kami sebutkan pada pasal sebelumnya bahwa para sahabat adalah orang Arab asli yang paham Al-qur’an yang mana jika mereka mendapati hal musykil dalam Al-Qur’an mereka akan menanyakanya pada Rosul Saw dan merekapun akan mendapatkan jawaban yang cukup. Adapun setelah Rosululloh Saw wafat maka,  ketika dibutuhkan penafsiran tentang ayat-ayat al-Quran para sahabatlah yangmenjadi rujukan untuk menafsirkankalamullah. Karena, generasi terdekat dengan nabi padakala itu adalah generasi para sahabat, mereka mengalami masa ketika wahyu diturunkankepada nabi, dan mengetahuiasbabunnuzul ayat-ayat yang diturunkan.
Dalam mentafsirkan Al-Qur’an para sahabat terkadang berbeda pendapat, hal tersebut dikarenakan beberapa sebab diantaranya:
perbedaan mereka dalam masalah Ilmu Bahasa, di antara mereka ada yang mengetahui sastra Arab dan gaya Bahasa Arab dan di antara mereka ada yang tidak, perbedaan mereka dalam mendampingi Nabi saw, sehingga di antara mereka ada yang mengetahui sebab turunnya ayat, dan ada pula yang  jarang mendampingi beliau sehingga tidak mengetahui sebab turunnya ayat, serta perbedaan mereka dalam memahami ilmu syar’I dan perbedaan intelejensia.[10]

·  Keistimewaan Tafsir periode sahabat
@. Sedikit sekali mengambil tafsiranya dari kabar israiliyyat.[11]
@.Tafsir mereka belum mencakup seluruh ayat Al-Qur’an, karena mereka paham bahasa Arab.
@.Mereka tidak terlalu membebani dalam menafsirkan ayat sehingga sampai terjerumus pada lubang dosa, mereka mencukupkan diri untuk mengetahui makna global dan tidak mencari makna rinci jika tidak ada manfaat dari rincian tersebut.
C0ntoh: ayat: “ wa fakihata wa abba”
Mereka mencukupkan  menafsirkan ayat tersebut  dengan banyaknya nikmat Alloh yang Dia anugerahkan pada hambanya.
@.Sedikit kodifikasi Tafsir, kebanyakan mereka menjaga tafsir melalui riwayat saja, kalaupun ada yang membukukan, hal itu hanya segelintir saja,dan diantara sahabat yang berusaha membukukanya adalah sahabat Abdulloh bin amru bin al-Ash ra. beliau membukukan lembaran-lembaran miliknya dan dinamakan dengan “ Ash-Shadiqah”. Beliu berkata mengenai Ash-Shadiqah; “ Shadiqah didalamnya mencakup segala yang telah aku dengar dari Rosul dan tidak ada seorangpun diantara kami berdua”.[12]

·  Metode Sahabat dalam mentafsirkan Al-Qur’an
3 Asas Tafsir Sahabat:
1.        Mentafsirkan Al-qur’an dengan Al-Qur’an
Al-Quran mencakup seluruh ayat atau kalimat yang ijaz, ithnab, ijmal, tabyiin, danseluruh istilah lughawiyyah. Hal ini menuntut para sahabat untuk kembali ke al-Qurandalam menafsirkan terutama ayat-ayat yangmuta’aridhah (bertentangan). Dengan caramengumpulkan ayat-ayat tersebut dan membandingkan dengan ayat yang terdapat pada surat yang lain.Dan diantara contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an pada ayat mujmal yaitu; ada sebuah ayat  yang diturunkan global disuatu tempat pada Al-Qur’an dan ditempat lain dirincikan, seperti kisah Adam dan iblis dan kisah Musa dengan Fir’aun.
Metode tafsir ini adalah metode tafsir terbaik.[13]
2.        Tafsir Qur’an dengan qaul rosul
Contoh dalam hal ini adalah:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “[14]maka, hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah  ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat ini, tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya bunayya la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”[15] sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
Diriwayatkan jugaoleh Tirmidzi dari Ali ra. Bahwa ia berkata:” Aku bertanya pada Rosululloh mengenai “ yaumul hajjil akbar” maka Rosul bersabda: “ Haji akbar adalah hari nahr”.[16]
3.        Tafsir al-Qur’an dengan Ijtihad dan Istinbath
Jika para sahabat tidak mendapati tafsir suatu ayat dam Al-qur’an maupun as-Sunnah maka, mereka berijtihad mengenai tafsir ayat tersebut.Hal ini (ijtihad) dikarenakan para sahabat adalah orang yang paling tahu bahasa Arab, sebab nuzul suatu ayat, dan kebersamaan mereka di majlis Rosul lebih banyak.
Diantara sebab rinci kebolehan mereka mentafsirkan suatu ayat dengan ijtihad mereka diantaranya:
1.        Mereka paham bahasa arab asli dan kandungan bahasa tersebut sehingga hal ini membantu mereka memami suatu ayat.
2.        Kepahaman mereka terhadap adat istiadat jahiliyyah sehingga membantu mereka dalam meluruskan adat tersebut.
3.        Kepahaman mereka terhadap keadaan ahlu kitab[17] yang berada di jazirah Arab saat turunya wahyu . Hal ini membantu mereka mengetahui mana  ayat-ayat yang ditujukan untuk mereka dan mana  yang ditujukan pada orang muslim.
4.        Kepahaman dan pengetahuan mereka mengenai sebab turunya suatu ayat.
Hal ini membantu mereka memahami berbagai ayat, sebagaimana tercantum dalam sebuah kaidah :
“Pengetahuan mengenai sebab melahirkan pemahaman kita mengenai sesuatu yang disebabkan”.
5.        Kekuatan akal, pemahaman dan pengetahuan mereka.
-          Para sahabat pentafsir Al-qur’an yang masyhur:
Abu bakr Ash-Shidiq,Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,Abdulloh bin Mas’ud,Abdulloh bin Abbas, Zubair bin Awwam, Ubay bin ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ary dan Aisyah ra.
·         Adapun sahabat yang paling banyak riwayat tafsirnya adalah:
a.Ali bin Abi Thalib
Ia dijadikan rujukan tafsirr karena keluasan ilmunya dan ia tidak disibukkan masalah kekholifahan.
b.      Abdulloh bin Mas’ud ( ia mempunyai madrasah tafsir  di Kufah)
Muridnya:
a)      Masruq bin ajda’, b) Alqamah bin qais, c) Al-aswad bin yazid, d) Qatadah bin Diamah as-asdusi, e) Abu Abdurrahman as-silmi, f) dan Amru bin Syurahbil.
c. Abdulloh bin abbas (ia mempunya madrasah[18] tafsir di Makkah)
Muridnya:
Mujahid bin jabr,Sa’id bin jabir,Thawus bin kaysan,Atha bin aby rabbah,Ikrimah budak ibnu abbas.
d.      Ubay bin Ka’ab (ia mempunyai  madrasah tafsir di Madinah)
Muridnya:
Abu Aliyah Ar-riyahy, Zaid bin Aslam, Muhamd bin ka’ab al-Qiradhy, dan anaknya sendiri yaitu ath-Thufail bin Ubay bin Ka’ab.
NB:
Pada masa sahabat terdapat 2 jenis madrasah dalam mentafsirkan Al-Qur’an, yaitu
1.        Madrasah Ahli Atsar,
yang hanya menafsirkan al Qur’an dengan atsar atau riwayat(madrasah Ahli Tafsir bil Ma’tsur, aliran tafsir yang berpegang pada riwayat semata).Diantara sahabat yang mengikuti madrasah (aliran) ini, ialahAbu Bakar r.a. dan‘Umar r.a. Kedua sahabat ini tidak membenarkan penafsiran dengan ijtihad.
2.        Madrasah Ahli Ra’yi
Yaitu mereka yang disamping menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat,jugamempergunakan ijtihad (madrasah Ahli Tafsir bil Ma’qul). Diantara sahabat yang mengikuti madrasah ini ialah Ibnu Mas’ud dan Ibnu‘Abbas. Keduanya berusaha mengumpulkan sunnah yang mengenai tafsir dan keduanya jugaterkenal mahir dalam bidang tawil atau istinbath. Karena itu, banyaklah pemahaman beliau yang  diketengahkan dalam memahami ayat-ayat al Quran.

Dengan begitu, ciri-ciri tafsir pada masa sahabat secara umum yaitu; dengan ayatsendiri, dengan hadits, dan dengan pendapat para sahabat.

·  Hukum Tafsir Sahabat
Tafsir sahabat dibagi menjadi dua:
-          Tafsir mengenai hal yang tak bisa dinalar oleh akal yaitu, mengenai perkara ghaib, asbabunnuzul dan lain-lain serta tafsir tersebut tidak berdasar ra’yu.
Maka hukum tafsir mereka adalah marfu’,  mengenai hal ini adalah WAJIB diikuti.
-          Tafsir shahabat yang tidak mengambil keterangan dari nabi hukumnya mauquf. Ulama berbeda pendapat tentang hadits mauquf ini. Sebagian mengatakan hadits mauquf tidak boleh diambil, sebagian lain mengatakan (pendapat rajihnya)  boleh dengan alasan bahwa shahabat mengambil hadits tersebut karena mendengar dari nabi. Terlebih jika yang membawakan hadits tersebut empat shahabat yang ahli tafsir. Tafsir yang ini menjadi marfu’ hukman.
# Imam Syafii termasuk ulama yang menjadikan perkataan sahabat sebagai hujjah, dan jika para sahabat terjadi silang pendapat, maka ia merujuk pada tafsir Khulafa’ar-Rasyidin,berikut penjelasannya:
-          Jika perkataan mereka sesuai dengan al-Quran dan sunnah, maka perkataan mereka diterima.
-          Jika perkataan mereka tidak berdasar pada al-Quran dan sunnah,maka diambil perkataan yang banyak.
-          Jika perkataan mereka sama,maka dilihat mana yang paling baik takhrijnya.[19]
Contoh Produk Tafsir sahabat
      Al Qosim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Juraij, ia berkata: Ibnu abbas berkata tentang Firman Allah
“wa alquhu fi ghayabatil jubb[20] 
(tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur). Ibnu Abbas berkata: “Al Jubb merupakan nama sumur yang terletak di negeri Syam”.
                                                              


Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin




[1] .Hr.Imam Ahmad dalam AlMusnad, Vol: 3, hal: 12o
[2].Imam Malik, al-Muwatha’, vol: 1, hal: 205
[3]. As-Suyuthy, Al-Itqan, vol: 2, hal: 174-175
[4]Qs. An-nisa: 23
[5]Qs. Al-An’am : 42
[6]Qs. Luqman: 13
[7]Mentakhsis yaitu memberikan suatu kekhususan pada hokum yang masih umum.
[8]Mentaqyid yaitu mengikat sesuatu dengan sifat. Contoh: tangan diikat dengan pergelangan menjadi pergelangan tangan.
[9]Khathib, Muhammad Hujjaj, Ushul hadits, hal: 48, Dar al-Fikr
[10]Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi at-Tafsir, (Riyadh, Muasasah ar-Risalah, 1414 H), cet ke-4, juz 1, hal. 16
[11]Fahd bin Abdurrahman ar-Ruumi, Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi at-Tafsir, (Riyadh, Muasasah ar-Risalah, 1414 H), cet ke-4, juz 1, hal. 16 (Kabar israiliyya adalah kabar yang bersumber dari ahlu kitab).
[12]Ibnu Sa’di, Thabaqah al-Kubra, vol: 17, hal: 189 dan al-baghdady, khatib,Taqdimul ilmi, hal: 84
[13]Taimiyah, Ibnu, Muqddimah Ushul Tafsir,hal: 93
[14]Qs. Al-An’am : 42
[15]Qs. Luqman: 13
[16]Hari nahr adalah hari menyembelih qurban.
[17]Ahlu kitab adalah orang yahudi dan nashrani
[18]Madrasah disini adalah aliran
[19]Dr Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam as-Syafi’I, , (Riyadh,Dar Ibnu Hazm, 2006M), jilid : I, hal. 81
[20]Qs. Yusuf : 10

0 komentar:

 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates