Menjamak Sholat
Sholat merupakan kewajiban yang tak
akan pernah gugur dari diri seseorang.
Namun kasih sayang Alloh memberikan rukhsah atau keringanan bagi para
hamba-Nya ketika ia menjumpai kesulitan dalam pelaksanaanya. Itulah kemurahan
syariat-Nya, Ia tidak membebani seorang hamba diluar batas kemampuanya. Begitu
pula dalam masalah shalat. Terdapat rukhsah dalam pelaksanaan sholat yang
diantaranya adalah disyariatkanya jamak. Lalu, bagaimana tatacara sholat jamak? bagaimana kondisi yang dibolehkan menjamak sholat didalamnya? Karena itulah pada makalah
ini akan penulis akan sedikit mengulasnya.
1.
Pengertian Jamak
Jamak
merupakan menggabungkan dua shalat
dalam satu waktu dan dikerjakan diwaktu shalat pertama, atau diakhirkan dan
dikerjakan pada waktu shalat yang kedua.
2.
Disyariatkanya Menjamak – menggabungkan- shalat
Mayoritas
ulama selain Hanafiyyah membolehkan menggabungkan antara shalat Dhuhur dan
Ashar, baik dilakukan lebih awal yakni pada waktu Dhuhur atau diakhirkan yakni
dikerjakan pada waktu Ashar. Hal tersebut juga berlaku pada shalat Maghrib dan
Isya. Hal ini dilakukan ketika seseorang
melakukan perjalanan safar sejauh jarak dibolehkanya Qashar yaitu 89 km.
Shalat yang
dapat digabung diantaranya sebagaimana yang telah tersebut diatas, yaitu dhuhur
dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’. Jika dilakukan pada waktu shalat pertama
maka disebut sebagai jamak taqdim, sedang jika dilakukan pada waktu shalat yang
kedua maka disebut sebagai jamak ta’khir. Hanya saja, lebih baik seseorang
meminimalisir melakukan jamak sebagai bentuk keluar dari khilaf dan nabi SAW.,
sendiri jarang melakukanya.
Adapun
dalil mengenai keduanya adalah sebagai berikut:
-
Dalil disyariatkanya jamak ta’khir
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik dan Ibnu Umar ra., bahwa, “jika Rasululloh SAW., melakukan
perjalanan sebelum matahari condong ke barat, maka beliau mengakhirkan shalat
Dhuhur hingga masuk waktu Ashar. Setelah itu, beliau akan singgah sebentar dan menggabung kedua shalat tersebut. Namun,
jika matahari telah lebih condong ke
barat maka beliau SAW., akan mendahulukan shalat Dhuhur baru kemudian
menunggang untanya. ( Muttafaq ‘alaih)[1]
Adapun
dalil dibolehkanya jamak taqdim yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mu’adz
ra., bahwa ketika nabi SAW., berada dalam perang Tabuk, jika beliau melakukan
perjalan setelah maghrib maka beliau akan memajukan pelaksanaan sholat Isya.
Artinya, beliau melaksanakan sholat Isya bersamaan dengan saat pelaksanaan
sholat Maghrib.[2]
3.
Sebab dan Syarat Menjamak Dua Shalat
Diantara
sebab seseorang dierbolehkan menjamak sholat adalah saat bepergian, saat hujan
air dan sejenisnya, pun boleh menjamak pada saat berada di Arafah dan
Muzdalifah.
a.
Menjamak sholat saat bepergian
Dalam
bepergian seseorang diperbolehkan menjamak sholatnya secara mutlak, baik
perjalananya lama maupun hanya sebentar selama masih berada pada jarak
diperbolehkanya Qashar.
Madhab
Syafii mensyaratkan 6 hal dalam pelaksanaan jamak taqdim, yang diantaranya
yaitu:
1.
Niat untk menjamak dua sholat tersebut ketika memulai
shalat pertama dan diperbolehkan ketika sudah melakukanya menurut pendapat yang
paling jelas, meski ia sudah mengucapkan salam.
2.
Tertib pelaksanaanya. Yaitu dua sholat tersebut
dikerjakan secara berurutan, pelaksanaanya yaitu dengan mengerjakan sholat
pertama baru kemudian sholat yang kedua. Hal ini dikarenakan waktu sholat yang
dikerjakan adalah waktu sholat pertama.
Tiga
syarat tersebut diatas tidaklah wajib dalam jamak ta’khir.
3.
Bersambung, yaitu berurutan dengan tidak memisahkan
antara dua sholat yang dijamak dengan jeda yang lama.
4.
Terus berada dalam perjalanan.
5.
Tetapnya waktu sholat pertama dengan keyakinan dapat
melaksanakan sholat yang kedua, -waktunya dapat untuk mengerjakan dua sholat
tersebut, pen.
6.
Menganggap sah solat yang pertama. Sebab keabsahan
sholat pertama berimplikasi pada keabsahan sholat yang kedua.
Adapun
dalam jamak ta’khir hanya terdapat dua syarat, yaitu:
1.
Niat mengakhirkan pelaksanaan sholat jamak sebelum
habis waktu sholat yang pertama meski hanya seukuran mampu untuk melaksakan
satu rekaat sholat.
2.
Perjalanan terus berlangsung hingga tiba waktu sholat
kedua.
Adapun
masalah tertib, tiadak diwajibkan dalam pelaksanaan jamak ta’khir. Hal ini
dikarenakan waktu sholat kedua juga merupakan waktu pelaksanaan sholat yang
pertama. Jamak ta’khir juga tidak diwajiban bersambungnya kedua sholat sebab
sholat pertama dengan sholat kedua seperti halnya sholat yang tertinggal dengan
sholat pada waktunya, maka kedua sholat tersebut boleh dipisah. Tertib dan
bersambung bukanlah syarat tapi ia hanya sekedar sunnah. (Wahbah: 2010,
316-318)
b.
Menjamak sholat karena hujan
Jika hujan deras saat pelaksanaan sholat maka terdapat
rukhsah untuk menjamak sholat tersebut dengan sholat setelahnya, sebab
dikhawatirkan masyarakat tidak dapat mengahadiri sholat jamaah lagi.
Para imam madzhab menyatakan bahwa menjamak sholat
pada maghrib dan Isya’ diperbolehkan. Pendapat ini merupakan pendapat madzhab
Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Para ulama mensyaratkan hujan yang deras saja yang
membolehkan jamak. Adapun jika hanya terjadi gerimis dan rintik-rintik maka
tidak diperbolehkan. Syarat berikutnya adalah sholat harus dikerjakan secara
berjamaah di masjid. Sebab hikmah dibolehkanya jamak tersebut adalah sebagai
bentuk memberikan keringanan bagi mereka yang pergi ke masjid.
Masbuq sholat jamak
Adapun jika seseorang masbuk sholat jamak, misalnya
seseorang mendatangi sholat maghrib tatkala hujan, namun sesampainya di masjid
imam telah selesai sholat maghrib dan memerintahkan muadzin untuk
mengumandangkan iqamah sholat Isya’. Maka dalam kondisi ini hendaknya seseorang
tersebut memulai sholat maghrib dibelakang imam yang sedang melaksanakan sholat
Isya’ dan setelah mendapatkan tiga rekaat ia mengakhirinya dengan salam, lalu
berdiri untuk mengerjakan sholat Isya’ bersama imam. Yang perlu dicatat adalah
ia harus mendapat satu rekaat penuh bersama imam. Jika ia tidak mendapatkan
ruku’ bersama imam, maka sholat isya’nya tidak sah. Sebab sholat jamak karena
hujan harus dilaksanakan secara berjamaah. Dan seminimal-minimalnya sholat jamaah
adalah mendapati ruku’ terakhir yang dikerjakan imam.
3.
Menjamak sholat saat berada di Arafah dan Muzdalifah
Hal
ini tentunya tak asing lagi bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah haji,
atau bagi orang yang pernah belajar manasik haji. Ya. Dalam rangkaian ibadah
haji terdapat sunnah menjamak sholat saat berada di Arafah dan Muzdalifah.
Adapun sholat yang dijamak adalah sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim saat
berada di Arafah serta maghrib dan Isya dengan jamak ta’khir saat berada di
Muzdalifah.
Wallohu
Ta’ala A’lam.
Ref;
Fikih Islam wa Adillatuh
Mausu’ah al-Fiqhu al-Islamy wa
al-Qadhaya al-Mu’ashirah
Mughniyul Muhtaj
Hasyiyah Nihayatul Muhtaj
Disarikan pula dari majalah fikih Hujjah
0 komentar:
Posting Komentar