Sabtu, 12 November 2016

masbuk jamak sholat

Menjamak Sholat
Sholat merupakan kewajiban yang tak akan pernah gugur dari diri seseorang.  Namun kasih sayang Alloh memberikan rukhsah atau keringanan bagi para hamba-Nya ketika ia menjumpai kesulitan dalam pelaksanaanya. Itulah kemurahan syariat-Nya, Ia tidak membebani seorang hamba diluar batas kemampuanya. Begitu pula dalam masalah shalat. Terdapat rukhsah dalam pelaksanaan sholat yang diantaranya adalah disyariatkanya jamak. Lalu, bagaimana tatacara sholat jamak?  bagaimana kondisi yang dibolehkan menjamak  sholat didalamnya? Karena itulah pada makalah ini akan penulis akan sedikit mengulasnya.
1.            Pengertian Jamak
Jamak merupakan menggabungkan dua shalat dalam satu waktu dan dikerjakan diwaktu shalat pertama, atau diakhirkan dan dikerjakan pada waktu shalat yang kedua.
2.            Disyariatkanya Menjamak – menggabungkan- shalat
Mayoritas ulama selain Hanafiyyah membolehkan menggabungkan antara shalat Dhuhur dan Ashar, baik dilakukan lebih awal yakni pada waktu Dhuhur atau diakhirkan yakni dikerjakan pada waktu Ashar. Hal tersebut juga berlaku pada shalat Maghrib dan Isya.  Hal ini dilakukan ketika seseorang melakukan perjalanan safar sejauh jarak dibolehkanya Qashar yaitu 89 km.
Shalat yang dapat digabung diantaranya sebagaimana yang telah tersebut diatas, yaitu dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’. Jika dilakukan pada waktu shalat pertama maka disebut sebagai jamak taqdim, sedang jika dilakukan pada waktu shalat yang kedua maka disebut sebagai jamak ta’khir. Hanya saja, lebih baik seseorang meminimalisir melakukan jamak sebagai bentuk keluar dari khilaf dan nabi SAW., sendiri jarang melakukanya.
Adapun dalil mengenai keduanya adalah sebagai berikut:
-                   Dalil disyariatkanya jamak ta’khir
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Ibnu Umar ra., bahwa, “jika Rasululloh SAW., melakukan perjalanan sebelum matahari condong ke barat, maka beliau mengakhirkan shalat Dhuhur hingga masuk waktu Ashar. Setelah itu, beliau akan singgah sebentar  dan menggabung kedua shalat tersebut. Namun, jika matahari telah lebih condong ke  barat maka beliau SAW., akan mendahulukan shalat Dhuhur baru kemudian menunggang untanya. ( Muttafaq ‘alaih)[1]
Adapun dalil dibolehkanya jamak taqdim yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mu’adz ra., bahwa ketika nabi SAW., berada dalam perang Tabuk, jika beliau melakukan perjalan setelah maghrib maka beliau akan memajukan pelaksanaan sholat Isya. Artinya, beliau melaksanakan sholat Isya bersamaan dengan saat pelaksanaan sholat Maghrib.[2]
3.            Sebab dan Syarat Menjamak Dua Shalat
Diantara sebab seseorang dierbolehkan menjamak sholat adalah saat bepergian, saat hujan air dan sejenisnya, pun boleh menjamak pada saat berada di Arafah dan Muzdalifah.
a.             Menjamak sholat saat bepergian
Dalam bepergian seseorang diperbolehkan menjamak sholatnya secara mutlak, baik perjalananya lama maupun hanya sebentar selama masih berada pada jarak diperbolehkanya Qashar.
Madhab Syafii mensyaratkan 6 hal dalam pelaksanaan jamak taqdim, yang diantaranya yaitu:
1.            Niat untk menjamak dua sholat tersebut ketika memulai shalat pertama dan diperbolehkan ketika sudah melakukanya menurut pendapat yang paling jelas, meski ia sudah mengucapkan salam.
2.            Tertib pelaksanaanya. Yaitu dua sholat tersebut dikerjakan secara berurutan, pelaksanaanya yaitu dengan mengerjakan sholat pertama baru kemudian sholat yang kedua. Hal ini dikarenakan waktu sholat yang dikerjakan adalah waktu sholat pertama.
Tiga syarat tersebut diatas tidaklah wajib dalam jamak ta’khir.
3.            Bersambung, yaitu berurutan dengan tidak memisahkan antara dua sholat yang dijamak dengan jeda yang lama.
4.            Terus berada dalam perjalanan.
5.            Tetapnya waktu sholat pertama dengan keyakinan dapat melaksanakan sholat yang kedua, -waktunya dapat untuk mengerjakan dua sholat tersebut, pen.
6.            Menganggap sah solat yang pertama. Sebab keabsahan sholat pertama berimplikasi pada keabsahan sholat yang kedua.
Adapun dalam jamak ta’khir hanya terdapat dua syarat, yaitu:
1.            Niat mengakhirkan pelaksanaan sholat jamak sebelum habis waktu sholat yang pertama meski hanya seukuran mampu untuk melaksakan satu rekaat sholat.
2.            Perjalanan terus berlangsung hingga tiba waktu sholat kedua.
Adapun masalah tertib, tiadak diwajibkan dalam pelaksanaan jamak ta’khir. Hal ini dikarenakan waktu sholat kedua juga merupakan waktu pelaksanaan sholat yang pertama. Jamak ta’khir juga tidak diwajiban bersambungnya kedua sholat sebab sholat pertama dengan sholat kedua seperti halnya sholat yang tertinggal dengan sholat pada waktunya, maka kedua sholat tersebut boleh dipisah. Tertib dan bersambung bukanlah syarat tapi ia hanya sekedar sunnah. (Wahbah: 2010, 316-318)
b.             Menjamak sholat karena hujan
Jika hujan deras saat pelaksanaan sholat maka terdapat rukhsah untuk menjamak sholat tersebut dengan sholat setelahnya, sebab dikhawatirkan masyarakat tidak dapat mengahadiri sholat jamaah lagi.
Para imam madzhab menyatakan bahwa menjamak sholat pada maghrib dan Isya’ diperbolehkan. Pendapat ini merupakan pendapat madzhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Para ulama mensyaratkan hujan yang deras saja yang membolehkan jamak. Adapun jika hanya terjadi gerimis dan rintik-rintik maka tidak diperbolehkan. Syarat berikutnya adalah sholat harus dikerjakan secara berjamaah di masjid. Sebab hikmah dibolehkanya jamak tersebut adalah sebagai bentuk memberikan keringanan bagi mereka yang pergi ke masjid.
Masbuq sholat jamak
Adapun jika seseorang masbuk sholat jamak, misalnya seseorang mendatangi sholat maghrib tatkala hujan, namun sesampainya di masjid imam telah selesai sholat maghrib dan memerintahkan muadzin untuk mengumandangkan iqamah sholat Isya’. Maka dalam kondisi ini hendaknya seseorang tersebut memulai sholat maghrib dibelakang imam yang sedang melaksanakan sholat Isya’ dan setelah mendapatkan tiga rekaat ia mengakhirinya dengan salam, lalu berdiri untuk mengerjakan sholat Isya’ bersama imam. Yang perlu dicatat adalah ia harus mendapat satu rekaat penuh bersama imam. Jika ia tidak mendapatkan ruku’ bersama imam, maka sholat isya’nya tidak sah. Sebab sholat jamak karena hujan harus dilaksanakan secara berjamaah. Dan seminimal-minimalnya sholat jamaah adalah mendapati ruku’ terakhir yang dikerjakan imam.

3.            Menjamak sholat saat berada di Arafah dan Muzdalifah
Hal ini tentunya tak asing lagi bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah haji, atau bagi orang yang pernah belajar manasik haji. Ya. Dalam rangkaian ibadah haji terdapat sunnah menjamak sholat saat berada di Arafah dan Muzdalifah. Adapun sholat yang dijamak adalah sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim saat berada di Arafah serta maghrib dan Isya dengan jamak ta’khir saat berada di Muzdalifah.
Wallohu Ta’ala A’lam.
Ref; Fikih Islam wa Adillatuh
         Mausu’ah al-Fiqhu al-Islamy wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah
        Mughniyul  Muhtaj
        Hasyiyah Nihayatul Muhtaj
       Disarikan pula dari majalah fikih Hujjah



[1] Nailul authar/ 3: 313
[2] Nailul authar/ 3: 213

0 komentar:

 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates