Selasa, 25 Oktober 2016

hukum operasi selaput dara bag.3


BAB III
HUKUM OPERASI REKONSTRUKSI HYMEN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Operasi rekonstruksi hymen atau lebih kita kenal dengan istilah hymenoplasty adalah sebuah hal yang sudah tidak tabu lagi untuk kita ketahui adanya. Keberadaan tindak operasi tersebut membuat para ulama menggagas dan mencari hukum yang kiranya tepat dan membawa sebuah maslahat untuk tindak operasi tersebut. Hanya saja, beberapa ulama belum menuai kata mufakat dalam beberapa kategori hukum ditinjau dari sebab robeknya hymen.
Dari sinilah perlu kiranya kita ketahui bagaimana Islam memandang jenis operasi tersebut dengan polemic yang masih ada ditengah-tengah masyarakat kita. Untuk sampai pada pembahasan yang lebih mendalam tentu kiranya kita kaji terlebih dahulu manfaat dan madharat operasi rekonstruksi hymen.
3.1.Manfaat dan Madharat Operasi Rekonstruksi Hymen (hymenoplasty)
3.1.1.      Manfaat Tindak Hymenoplasty
         Menilik tindakan hymenoplasty berdasar pada akibat yang ditimbulkan oleh robeknya hymen atas dasar adat dan kebiasaan berupa reaksi jika diketahui perihal sobeknya, maka akan kita dapati beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari operasi tersebut yang senada dengan syariat, diantaranya:
a.       Untuk Menutupi Aib[1]
Tindak operasi rekonstruksi hymen yang dilakukan oleh seorang dokter dalam hal ini mendatangkan sebuah kemaslahatan, yaitu guna menutupi aib sang gadis. Hal ini disebabkan jika hal tersebut tidak ditutupi tentulah akan menimbulkan madharat bagi sigadis saat pernikahannya kelak.
Bentuk menutup aib tidak hanya dengan tidak menyebarkan aib kepada khalayak umum, tapi lebih dari itu. Tindak pengembalian keperawanan juga termasuk dalam kategori menutup aib berupa kembalinya hymen sebagaimana kondisi semula, sedangkan menutup aib sendiri merupakan hal yang diperintahkan secara syara’. Hal ini senada dengan sunnah qauliyah nabi SAW yang berbunyi:
« لاَ يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» yang artinya, “ Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, kecuali Alloh akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)[2]
b.      Melindungi Keluarga[3]
Dalam masalah ini tentulah sudah kita pahami bersama. Yaitu dengan melakukan upaya operasi rekonstruksi hymen aib seorang wanita akan tertutupi. Sehingga hal ini akan melindungi keharmonisan serta kelanggengan rumah tangganya kelak. Kalaulah sekiranya seorang wanita menikah dalam kondisi hymennya  robek, tentunya akan menimbulkan tanda tanya dalam benak suami yang dengan hal tersebut akan timbullah beberapa rasangka tidak baik yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga.
3.1.2.       Sisi Negatif Hymenoplasty
a.                        Adanya unsur penipuan[4]
Pada dasarnya, yang pertama kali terlintas difikiran kita pada operasi rekonstruksi hymen adalah ia dapat menyebabkan terjadinya kasus penipuan untuk para lelaki yang hendak meminang si wanita. Sebab tanda yang dapat dijadikan sebagai bukti kelakuan buruk yang pernah dilakukan siwanita telah tertutupi. Jikalau keburukan tersebut diketahui oleh sang suami niscaya ia tidak akan mau meneruskan kehidupan berumah tangga denganya guna menjaga keturunan serta khawatir akan lahirnya anak-anak yang bukan berasal dari darah dagingnya sendiri.
Disisi lain, Alloh SWT telah melarang kaum muslimin menikahi wanita pezina atau musyrikah kecuali dinikahi oleh sesame pezina atau musyrik. Hal ini seirama dan selaras dengan firman-Nya yang termaktub dalam surat an-Nur: 3. Oleh karenanya, beberapa fuqaha berpendapat bahwa suami berhak menghapus pernikahan jika sebelumnya ia mensyaratkan sang istri masih perawan dan kemudian ia dapati sebaliknya. Dalam hal ini, sang dokter yang membantu proses operasi tersebut telah menyepelekan hak suami dan membantu melakukan penipuan dengan keperawanan palsu tersebut. Wallohu ta’ala a’lam. 
b.    Mendorong terjadinya perbuatan keji[5]
Adanya operasi rekonstruksi hymen dapat mendorong terjadinya perbuatan keji. Sebab wanita yang mengalami kerobekan pada hymennya mayoritas adalah para psk, pemudi yang aktif berpacaran dan tentunya selain wanita yang sudah berkeluarga.
Adanya operasi rekonstruksi hymen membuat para wanita tersebut merasa aman jika hymen yang ia miliki kemudian robek. Sebab mereka menganggap ada solusi praktis dengan harga terjangkau, yaitu dengan operasi rekonstruksi hymen. Wa’iyadzubillah.
c.       Membuka aurat[6]
Sebagaimana telah lazim adanya bahwa dalam melakukan sebuah tindak operasi tentunya mewajibkan terbukanya baju atau anggota tubuh yang akan dioperasi minimalnya. Hal ini tentunya menjadi sebuah tolak ukur kebolehan sebuah operasi. Dalam hal ini operasi rekonstruksi hymen membuat seorang wanita membuka auratnya yang paling vital, terlebih mayoritas sang dokter adalah seorang laki-laki ajnaby.

3.2.Hukum Operasi Rekonstruksi Hymen dalam Perspektif Islam
            Setelah kita ketahui bersama bahwa robeknya hymen tidak hanya disebabkan perbuatan dosa berupa zina, maka dalam menyikapi hukum operasi rekonstruksi hymen pun memiliki perbedaan hukum. Perbedaan itu terjadi berdasarkan  pada faktor terjadinya perobekan hymen:
3.2.1.      Hilang hymen karena perbuatan maksiat
    Dewasa ini banyak perbuatan asusila yang dilakukan oleh para pemuda pemudi negeri, diantaranya adalah hubungan diluar nikah. Hubungan diluar nikah tersebut tentu menyebabkan hilang status keperawanan si perempuan. Hal tersebut berimplikasi terhadap munculnya rasa malu dan takut dalam diri perempuan tersebut ketika hendak melakukan akad pernikahan. Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut maka muncul inisiatif hymenoplasty guna mengembalikan keperawanan.
Upaya operasi rekonstruksi hymen atau hymenoplasty yang disebabkan karena perbuatan zina maka para ulama tidak memperbolehkan karena mengandung unsur penipuan bagi calon suami. Hanya saja terdapat dua kondisi pelaku zina mengenai hal ini berdasar pada tinjauan yuridis.
a.       Jika perempuan tersebut merupakan seorang pelacur atau PSK, maka Islam melarang perempuan tersebut melakukan operasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu terdapat unsur penipuan bagi calon suami kelak sedangkan menipu merupakan hal yang sangat dilarang dalam Islam. Disisi lain, jika perempuan tersebut diperbolehkan untuk melakukan operasi tersebut bisa saja akan mendorongnya untuk terus berbuat zina, sebab ia tidak takut aibnya akan terbongkar kelak.
b.             Jika perempuan tersebut hanya pernah saja melakukanya sekali dan ia telah bertaubat dan dijatuhi had maka ia diperbolehkan melakukan operasi tersebut. Selama ia terbukti tidak terkenal suka melakukan zina. Sebab menutupi aib merupakan perkara yang dianjurkan. Hanya saja dalam masalah ini terdapat ikhtilaf.
Ada sebagian ulama yang membolehkanya dengan alasan sebagaimana diatas; menutup aib, menjaga keutuhan rumah tangga kelak dan sebagainya. Namun ada pula yang berpandangan operasi tersebut diharamkan secara mutlak[7] guna mencegah mafsadah yang lebih besar, terlebih menilik kondisi masyarakat kita hari ini. Bisa jadi, rukhshah menghilangkan aib bisa hilang dan tidak berlaku dengan kondisi tersebut. Diantara dalil yang menjadi sandaran mereka yaitu bahwa dengan upaya rekonstruksi hymen terkadang memicu terjadinya percampuran nasab yaitu nasab sang suami denga lelaki sebelumnya yang hal tersebut berkonsekuensi pada berbagai urusan keluarga lainya. Dalil lainya diantaranya adalah:
-          Dibolehkanya tidak operasi rekonstruksi hymen menunjukan terang-terangan terhadap hal munkar serta menunjukan bentuk ta’awun kita dalam perbuatan keji nan haram tersebut.
-          Menimbukan semakin merebaknya mafsadah dikalangan masyarakat, yaitu dengan semakin banyaknya para pelaku tindak asusila yang tidak lagi takut akan bahaya yang mengancam dirinya kelak.
-          Dalam kaidah fikih disebutkan “jika terdapat maslahat dan mafsadah pada sebuah hal dan maslahat lebih dominan maka yang kita utamakan adalah mengambil maslahat, pun sebaliknya”. Adapun dalam kaidah lai juga disebutkan “ jika ada sebuah malahat dan mafsadah dan mafsadah lebih dominan maka kita abaikan unsur maslahatnya dan condong pada mafsadah”. Pada realitaya, dalam operasi ini terdapat dua unsur yang saling bertentangan yaitu maslahat dan mafsadah, dan pada kondisi ini masfadahnya kita dapati lebih besar daripada maslahatnya. Oleh karena itulah operasi ini tidak diperbolehkan. Disisi lain, dalam kaidah lain juga disebutkan bahwa mafsadah tidak boleh dihilangkan atau ditolak dengan mafsadah yang semisal. Pada realitanya, seorang wanita tersebut menghilangkan mafsadah dari dirinya dengan memberikan mafsadah pada calon suaminya yaitu tertipu.
-          Operasi tersebut menimbulkan adanya perbuatan haram yaitu membuka aurat dihadapan non mahram, sedangkan rukhshah tidak diberikan pada perbuatan maksiat. Disisi lain, lebih baik si wanita jujur dan cara inilah yang terbaik.
3.3.            Hilang bukan karena perbuatan maksiat
Hilangnya keperawanan yang disebabkan non maksiat memilki dua kategori. Robek hymen karena hubungan intim yang sah dan karena olahraga dan penyebab lain sejenis yang telah disebutkan dimuka.
3.3.1.      Kondisi pertama yaitu perempuan yang hymennya robek karena hubungan intim yang sah atau pernikahan yang sah .
Pada dasarnya menurut ulama salaf pengembalian hymen bagi wanita yang telah berkeluarga tidak diperbolehkan dan diharamkan. Hal ini dikarenakan sudah tidak ada hajah lagi bagi sang istri. Hal ini dikarenakan robeknya hymen pada seorang istri adalah suatu hal yang wajar dan pasti terjadi. Adapun tindakan operasi rekonstruksi hymen justru  menghambur-hamburkan uang.
Namun, beberapa tahun terakhir ini marak dikalangan para wanita yang sudah berkeluarga melakukan operasi rekontruksi hymen dengan berbagai alasan yang beragam. Diantara alasan yang dapat diketahui adalah supaya sang suami tidak “jajan” diluar serta menambah keharmonisan keluarga.
Sebenarnya jika kita menilik bingkai permasalahan ini yang berupa maslahat mursalah, maka kita dapati bahwa operasi rekontruksi hymen tergolong pada maslahat at-tahsiniyaat, yang jika kemaslahatan ini tidak dapat terealisasikan, tidaklah sampai menimbulkan kegoncangan maupun kerusakan dalam tatanan hidup manusia. Kita tidak menemukan spek maslahat yang bersifat qath’I, baik berupa adanya aspek dharury maupun hajy dalam masalah ini. Sebab tolak ukur maslahat adalah tujuan syara’ atau berdasarkan ketentuan Syari’.meskipun terlihat bertentangan dengan tujuan manusia yang seringkali dilandaskan pada hawa nafsu
Disisi lain, jenis operasi rekontruksi hymen belumlah mencapai syarat dibolehkanya melakukan operasi sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Khalid Mansur pada pembahasan dimuka yang diantaranya adalah:
1.                   Tidak ada alternative lain selain melakukan operasi. Sedangkan dalam masalah ini masih ada berbagai alternative lain yang diantaranya adalah senam pengencangan otot-otot vagina dan pemenuhan kebutuhan lain yang dapat menambah serta melanggengkan hubungan suami istri.
2.                   Pasien harus membutuhkanya , baik berupa kebutuhan dharury, hajy maupun tahsiny dengan syarat dibolehkan oleh syariat. Sedangkan hal ini bertentangan dengan syariat tidak boleh merubah ciptaan Alloh SWt.
                    Fenomena ini juga berkaitan dengan beberapa kaidah fiqih sebagai   petunjuk operasionalnya, yaitu:
1.      الرخص لا تناط بالمعاصي[8]
Keringanan hukum tidak dapat dikaitkan dengan maksiat. Pada operasi rekontruksi hymen tidak dapat terdeteksi dharurah yang meyakinkan didalamnya. Oleh karena itulah operasi rekontruksi hymen tidak diperbolehkan.adapun kaitanya dengan kaidah ini dikarenakan kalaupun jika diperbolehkan atas dasar rukhshah maka opersi rekontruksi hymen mengandung beberapa bentuk kemaksiatan yang diantara maksiat yang paling terasa adalah membuka aurat yang paling vital, oleh karena sebuah rukhshah tidak dikaitkan dengan sebuah kemaksiatan maka tentulah operasi rekontruksi hymen tidak diperbolehkan.
2.      الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما[9]
Hukum berputar bersama ‘illahnya, baik adanya maupun tiadanya ‘illah. Dari permasalahan ini kita dapati bahwa illahnya adalah untuk menjaga keharmonisan keluarga dan supaya suami tidak berbuat serong diluar rumah. Hanya saja illah yang diajukan semacam ini tidak dapat dikategorigan sebagai dharury atau hajah serta tidak pula dimasukkan pada kategori maslahat yang nyata atau hakiki. Oleh karenya maka hukum operasi rekontruksi hymen tidaklah dierbolehkan.
3.      الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه[10]
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh imam as-Suyuthi bahwa meridhoi sesuatu berarti ridha terhadap konsekuensi yang dilahirkan darinya. Beliau memberikan sebuah contoh jika salah seorang dari pihak suami istri telah ridha terhadap aib salah satu belah pihak maka ia harus menerima aib tersebut dikemudian hari. Oleh karena itu, maka kaidah inilah yang paling cocok guna menghukumi keboleh tidaknya operasi rekontruksi hymen. Yakni bilamana seorang suami ridho dengan sebuah pernikahan maka ia juga harus ridho pada segala hal yang ditimbulkanya sebagai sebuah konsekuensi dan tanggung jawab. Robeknya hymen sang istri karena hubungan intim adalah suatu hal yang wajar yang pasti terjadi dan harus diterima, sehingga segala hal yang diupayakan sebagai bentuk ketidak relaan terhadap konsekuensi tersebut (robeknya hymen) merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip Islam.  
3.3.2.      Kondisi kedua yaitu robek dengan sebab kecelakaan
Dalam kondisi yang dikarenakan sebuah kecelakaan maka menurut pendapat yang lebih kuat adalah tidak diperbolehkan. Sebab kemungkinan mendapat mafsadah bersifat wahn atau masih diragukan. Sedangkan dalam kaidah fikih disebutkan menolak mafsadah lebih didahulukan daripada sekadar mendapat manfaat yang masih bersifat dhanny.
Disisi lain, sebagaimana termaktub dalam kaidah bahwa tidak dapat dimungkiri berubahnya maslahat dengan berubahnya zaman. Hal tersebut memberikan sebuah conclus tetapnya hukum. Penerapan kaidah maslahat dan mafsadah dalam hal ini mengantarkan kita bahwa dharurat yang ada dalam hymenoplasty tertutup. Hal ini dikarenakan rusaknya akhlak serta moral masyarakat serta hilangnya keimanan dan ketakwaan dari dalam diri mayoritas masyarakat hari ini. Oleh karena itulah hymenoplasty dilarang, maslahat tidak dapat dijadikan sebagai pertimbangan hukum untuk permasalahan ini karena rusaknya zaman. Hal ini sebagaimana yang dinayatakan oleh Muhammad Kholid Manshur [11]dalam kitabnya.
1.3.4.       Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah penulis paparkan diatas, maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan:
1.      Operasi rekonstruksi hymen tidak diperbolehkan bagi seorang wanita PSK atau yang sudah terkenal tindak asusilanya.
2.      Hal lain selain karena zina yang berkelanjutan masih menuai ikhtilaf, hanya saja pendapat yang dipilih oleh penulis adalah yang tidak memperbolehkanya secara mutlak dengan dalil yang lebih kuat.
3.      Adapun jika dilakukan oleh orang yang sudah menikah maka hukumnya sama, tidak diperbolehkan secara mutlak. Sebab masih ada beberapa alternative lain untuk memperoleh kembali keharmonisan rumah tangga.



[1] Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006 M), diterjemahkan oleh Munirul Abidin, hlm. 239               
[2] Shahih Muslim, bab Bisyarah min Sitrillahi  ‘Aibah fi, no. 6760, jild. 8
[3] Nu’aim Yasin, Fikih kedokteran,…….hlm. 240
[4] Nu’aim Yasin, Fikih kedokteran,…….hlm. 245
[5] ibid…….hlm.246
[6] Nu’aim Yasin, Fikih kedokteran,…….hlm. 246
[7]Pendapat ini dilazimi oleh Dr. Muhammad Mukhtar asy-Syanqity dan Syeikh Izuddin at-Tamimi
[8] Jalaluddin asy-Syuyuthi, al-Asybah wa an-Nadhair fi Qawaid wa Furu’I Fiqhi asy-Syafi’iyyah, ( Beirut: Dar al-Fikr, 2011 M), hlm. 178
[9] Wahbah Zuhaili, al-wajiz fi Ushul al-Fiqhi, (Damaskus: Dar al-Fikr,  1995 M), cet. Kedua, hlm. 71
[10] Jalaluddin as-Suyuti, al-Asybah wa an-Nadhair fi Qawaid wa Furu’I Fiqhi asy-Syafi’iyyah, hlm. 172
[11] Muhammad Kholid Manshur, al-Ahkam ath-Thibbiyah al-Muta’alliqah binnisa’ fi Fiqhi al-Islamy, (Dar Nafais: Urdun, 1999 M)

hukum operasi hymen bab 2

BAB II
Landasan Teori
Hymenoplasty merupakan jenis tindak operasi. Oleh karenanya, sebelum masuk pada sentra topic pembahasan kita, perlu kiranya kita ketahui apa itu operasi dan syarat apa sajakah yang harus terpenuhi sebelum melakukan tindakan tersebut.
2.1.       Pengertian Operasi
Operasi atau disebut dalam bahasa Arab dengan al-Jirahah  merupakan kata jamak dari al-jarhu yang berarti melukai. Secara bahasa, jika dikatakan Al-Jirahah At-Thibbbiyah maka yang berarti adalah operasi bedah kedokteran. Sebab, dengan cara itulah kulit seseorang dilukai atau bagian tubuh tertentu dipotong dengan alat peluka atau medis.[1]
Pada dasarnya melakukan operasi merupakan perkara yang mengadung maslahat dan mafsadah sekaligus. Oleh karena itulah para ulama serta tim medis memberikan syarat-syarat diperbolehkanya melakukan tindak operasi. Diantara syarat-syarat tersebut adalah:
-         Pasien tersebut benar-benar membutuhkanya
Asas kebutuhan tersebut merupakan aspek penting yang harus diperhatikan mengingat konsekuensi tindak operasi yang memiliki resiko besar. Jika memang dalam pelaksanaan operasi tersebut didapati sebuah kebutuhan maka diperbolehkan melakukan operasi, dan jika hajah akan operasi tersebut hilang maka hilanglah kebolehan tersebut. Hal ini disebabkan jika suatu kebolehan diberikan dalam kondisi udzur maka kebolehan tersebut hilang jika udzur yang menjadi sebab kebolehanya hilang. Hal ini senada dengan sebuah kaidah fiqih yang berbunyi “apa yang diperbolehkan karena udzur maka bathal jika udzur tersebut hilang” atau dengan bahasa lain, “ "إذا زال المانع عاد الممنوع yang artinya “ jika penghalang telah hilang maka yang dihalangi kembali lagi”.[2]
-         Pasien atau wali mengizinkan tindak operasi tersebut
Jika sebuah operasi tidak menggunakan izin wali maka hal tersebut merupakan sebuah kedholiman. Sebab wali pasienlah yang berhak memutuskan ada tidaknya sebuah operasi.
-         Dokter atau yang melakukan operasi merupakan orang yang ahli[3]
Ahliyyah dalam hal ini mencakup dua hal, memiliki kecakapan ilmu atasnya dan dapat menerapkanya serta terjamin kesembuhannya.[4] Dua macam ahliyyah tersebut menjadi wajib dan penting, sebab tanpa keduanya dapat menimbulkan madharat untuk pasien yang dapat menyebabkan kematian.
-          Dugaan kuat lancarnya operasi oleh dokter[5]
-          Tidak ada alternatif lain yang dapat ditempuh kecuali dengan operasi.
Hal ini disebabkan operasi merupakan sebuah tindakan yang memiliki aspek dharar besar sehingga jika ada alternatif lain yang dapat ditempuh dengan konsekuensi lebih ringan maka lebih baik memilih alternatif lain tersebut.

2.2.Pengertian Hymenoplasty
Secara etimologi selaput dara dalam bahasa Indonesia dan ghisyau al-bikarah  dalam bahasa Arab maupun hymen dalam bahasa medis mengandung arti anat selaput tipis yang menutupi sebagian atau seluruh muara vagina.[6]
Dalam ilmu kedokteran, selaputdara diistilahkan dengan hymen. Sebagaimana dilansir oleh Wikipedia, hymen adalah lipatan selaput (membran) tipis  yang menutupi sebagian luar vagina.[7] Ahmad Farhan dalam skripsinya mengutip perkataan Sylvia S. Mander mengatakan bahwa hymen merupakan selaput (membran) tipis yang menutupi sebagian liang vagina yang pada bagian tengahnya berlubang tempat keluarnya darah menstruasi dan pada umumnya dimiliki oleh perempuan perawan.[8]
Sedangkan hymenoplasty adalah sebuah tindakan operasi untuk mengembalikan selaput dara yang robek dikarenakan karena sebab-sebab tertentu.[9]
2.3.Penyebab robeknya hymen
Robeknya hymen tidak hanya disebabkan terjadinya senggama sebagaimana yang telah masyhur diketahui. Disana ada beberapa penyebab robeknya hymen yang terkadang tabu untuk diketahui. Diantara penyebabnya adalah:
1.                  Terjadinya persenggamaan[10]
2.                  Kecelakaan, darah haidh terlalu deras.[11]
        Terjadinya kecelakaan baik berupa benturan atau lainya serta darah haidh yang keluar terlalu keras dapat menyebabkan sobeknya selaput dara. Hal ini biasanya terjadi pada selaputdara yang bersifat terlalu tipis atau rapuh.
            Robeknya selaputdara yang disebabkan karena derasnya darah haidh juga pernah dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa ada seorang lelaki tidak mendapati keperawanan istrinya yang dikarenakan darah haidhnya mengalir terlalu keras. Lantas Aisyah ra., mengabarkan pada sang suami bahwa haidh dapat menyebabkan perobekan secara pasti pada selaputdara seorang wanita. (mughni, syarh al-kabir/ 7422)
3.                  Olahraga[12]
          Olahraga yang terlalu keras dapat menyebabkan perobekan bagi hymen yang bersifat terlalu rapuh. Jenis olahraganya biasanya adalah berkuda,beladiri dan yang bersifat keras lainya.
4.                  Tindak pemerkosaan.




[1] Muhammad Kholid Mukhtar, al-Ahkam ath-Thibbiyyah, (Urdun: Dar an-Nafais, 1999 M), hlm. 157
[2] Muhammad Umaim al-Ikhsan al-Mujaddidi al-Barkati, Qawaid al-Fiqhi, (Dar an-Nasr: Balseroz, tt), hlm. 13
Ahmad bin Syaikh Muhammad az-Zarqa,  Syarh Qawaid Fihiyyah, versi maktabah Syamilah, hlm. 111
Muhammad al-Burnu, al-Wajiz fi Idhahi al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kuliyyah, (   )
[3] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Thibbun Nabawy/ 283
[4] Al-mughny ma’a syarh al-Kabir, Ibnu qudamah,6/120
[5] Ahkam Jirahah ath-Thibbiyyah/110
[6] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000 M), cet. Ketiga, hlm. 1018
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Selaput_dara, diakses tanggal 18, pkl. 17: 20
[8] Sylvia S. Mander, understanding Human Anatomy and Physiology dalam Ahmad Farhan, Pemakaian Hymen Tiruan dalam Pernikahan Tinjauan Hukum Islam, (Jakarta: UIN Syarif hidayatulloh, 2010 M), hlm.22
[9] Muhammad Ibrahim al-Hafnawy, Fatawa asy-Syar’iyyah al-Mu’ashirah, (Kairo: Dar al-Hadits, 2009 M), cet. Ketiga, hlm. 522
[10] Hisyam bin Sayyid bin Haddad, Al-Gharah ‘ala Ratqi Ghisya al-Bikarah , (Maktabah Dakwah: al-Azhar, 1996), hlm. 27, hukmu syari lijirahati ghisya bikarah/ 9
[11] Ibid, hlm.26
[12] Hisyam bin Sayyid bin Haddad, al-Gharah ‘ala Ratqi Ghisya al-Bikarah, (Kairo: Maktabah Dakwah, 1996 M), cet. Pertama, hlm. 26-27
 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates