Senin, 25 April 2016

lgbt dalam perspektif jil

LGBT dalam Perspektif JIL
Oleh: ‘Inayah Nazahah*
Di tahun 2016 ini kita dihangatkan oleh topik LGBT. Sebuah krisis moral yang menjangkiti masyarakat Indonesia. Jika kita perhatikan, munculnya kelompok lesbi, gay, bisexual dan transgender sudah muncul lama sebelum tahun ini. Hanya saja, beberapa tahun yang lalu kelompok ini belum mendapat sambutan serta dukungan hangat dari para penghalalnya. Seorang Profesor di UIN Syarif Hidayatulloh, Jakarta. Ibu Musdah Mulia sempat mendapat nobel dari Amerika usai menyatakan dan memfatwakan dengan terang-terangan dihalalkanya LGBT. Seorang akademisi, namun menyeleweng dari aturan syariat. Musdah Mulia  berkata bahwa homoseks dan lesbian itu boleh atau halal dalam Islam. Padahal di Al Qur’an Allah melaknat kaum Luth yang melakukan homoseks dan lesbian sehingga menyiksa mereka.
Siti Musdah Mulia dan Liberalisme
Siti Musdah Mulia, Prof. DR. MA, APU, lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Maret 1958. Ia adalah Ahli Peneliti Utama Bidang Lektur Keagamaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama. Menamatkan Program Sarjana (S1) di IAIN Alauddin Makassar (1982) dan Program Pasca Sarjana (S2 dan S3) di IAIN Syarif Hidayatulloh Jakarta (1992 dan 1997).
Sosok perempuan ini sudah dikenal banyak kalangan, terutama kalangan para pemerhati dan aktivis isu perempuan (feminist) di Tanah Air. Kiprahnya dalam menyuarakan , membela dan mengembalikan hak-hak perempuan di mata agama telah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Dan akhir-akhir ini, Siti Musdah Mulia juga berhasil mendapatkan Nobel dari Amerika Serikat.nobel tersebut beliau dapatkan karena berani melegalkan homoseksual. Hal ini tidak akan terjadi pada Musdah Mulia, seorang yang paham akan ilmu Ushul Fiqih, Maqashid Syariah serta Mantiq jika bukan karena aspek pemikiran liberal beliau.
Liberalisme ialah faham yang menghendaki adanya suatu kebebasan kemerdekaan individu dalam segala bidang, baik itu dalam bidang politik, ekonomi ataupun juga agama. Liberalisme ialah suatu ideologi dan juga suatu pandangan falsafat dan juga tradisi politik yang mendasar kepada kebebasan dan juga suatu kesamaan hak.
Pada dasarnya liberalisme tersebut mencita-citakan suatu masyarakat untuk dapat bebas dengan kebebasan berfikir (berpendapat) pada setiap individu dengan cara menolak adanya suatu pembatasan bagi pemerintah dan juga agama, hal ini ialah paham dari pengertian “liberalisme”.
Kerancauan Berfikir
Profesor liberal Dosen UIN Jakarta Musdah Mulia, seperti pakem liberal lainnya Dosen UI Ade Armando, mendukung habis-habisan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di Indonesia. Selain melakukan ceramah dimana-mana, Musdah Mulia juga membuat buku untuk kampanye LGBT.
Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’ (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).
Dalam diskusi yang diaadakan tahun 2008 lalu, Musdah juga menyatakan bahwa ‘sarjana-sarjana Islam moderat’ mengatakan tidak ada pertimbangan untuk menolak homoseksual dalam Islam, dan bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan ‘tendensi para ulama’.
Musdah juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara lesbian dan tidak lesbian. Dalam pandangan Allah, orang-orang dihargai didasarkan pada keimanan mereka. Ia juga menyatakan bahwa homoseksualitas dari Tuhan dan sebaiknya dianggap sebagai suatu kelaziman.
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya.” (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
Begitulah pendapat dua pembela LGBT ini di Indonesia. Karena mereka menulis dan ceramah dimana-mana, maka banyak orang mengikutinya.
 Islam bersuara
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau pendukungnya.
Sebuah Peringatan

Para mufassir Al-Quran sekaliber Ibnu Katsir dan yang lainya yang memiliki keilmuan tinggi, ketaqwaan serta kewaraan saja selama ratusan tahun tidak ada yang berpendapat seperti anak-anak syariah dari IAIN Semarang itu atau seperti Prof. Musdah Mulia yang berani menghalalkan homoseksual. Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan oleh kaum liberal di Indonesia sebenarnya sudah melampaui batas. Bagi umat Islam, hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak terpikirkan (“unthought”). Bagaimana mungkin, dari kampus berlabel Islam justru muncul dosen dan mahasiswa yang berani menghalalkan homoseksual, suatu tindakan bejat yang selama ribuan tahun dikutuk oleh agama. Gerakan legalisasi homoseksual dari lingkungan kampus Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Tindakan ini merupakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari gerakan legalisasi homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum homoseksual sendiri.

Referensi: madina online dan beberapa sumber bacaan berupa buku

0 komentar:

 

Penakluk Senja! Published @ 2014 by Ipietoon

Blogger Templates