LGBT dalam
Perspektif JIL
Oleh: ‘Inayah
Nazahah*
Di tahun 2016
ini kita dihangatkan oleh topik LGBT. Sebuah krisis moral yang menjangkiti
masyarakat Indonesia. Jika kita perhatikan, munculnya kelompok lesbi, gay,
bisexual dan transgender sudah muncul lama sebelum tahun ini. Hanya saja,
beberapa tahun yang lalu kelompok ini belum mendapat sambutan serta dukungan hangat
dari para penghalalnya. Seorang Profesor di UIN Syarif Hidayatulloh, Jakarta.
Ibu Musdah Mulia sempat mendapat nobel dari Amerika usai menyatakan dan
memfatwakan dengan terang-terangan dihalalkanya LGBT. Seorang akademisi, namun
menyeleweng dari aturan syariat. Musdah Mulia berkata bahwa homoseks dan lesbian itu boleh
atau halal dalam Islam. Padahal di Al Qur’an Allah melaknat kaum Luth yang
melakukan homoseks dan lesbian sehingga menyiksa mereka.
Siti
Musdah Mulia dan Liberalisme
Siti Musdah
Mulia, Prof. DR. MA, APU, lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Maret
1958. Ia adalah Ahli Peneliti Utama Bidang Lektur Keagamaan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Agama. Menamatkan Program Sarjana (S1) di IAIN Alauddin
Makassar (1982) dan Program Pasca Sarjana (S2 dan S3) di IAIN Syarif
Hidayatulloh Jakarta (1992 dan 1997).
Sosok
perempuan ini sudah dikenal banyak kalangan, terutama kalangan para pemerhati
dan aktivis isu perempuan (feminist) di Tanah Air. Kiprahnya dalam
menyuarakan , membela dan mengembalikan hak-hak perempuan di mata agama telah
berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Dan akhir-akhir ini, Siti
Musdah Mulia juga berhasil mendapatkan Nobel dari Amerika Serikat.nobel
tersebut beliau dapatkan karena berani melegalkan homoseksual. Hal ini tidak
akan terjadi pada Musdah Mulia, seorang yang paham akan ilmu Ushul Fiqih,
Maqashid Syariah serta Mantiq jika bukan karena aspek pemikiran liberal beliau.
Liberalisme ialah faham yang menghendaki adanya
suatu kebebasan kemerdekaan individu dalam segala bidang, baik itu dalam
bidang politik, ekonomi ataupun juga agama. Liberalisme ialah suatu
ideologi dan juga suatu pandangan falsafat dan juga tradisi politik yang
mendasar kepada kebebasan dan juga suatu kesamaan hak.
Pada dasarnya liberalisme tersebut
mencita-citakan suatu masyarakat untuk dapat bebas dengan kebebasan berfikir
(berpendapat) pada setiap individu dengan cara menolak adanya suatu
pembatasan bagi pemerintah dan juga agama, hal ini ialah paham dari
pengertian “liberalisme”.
Kerancauan
Berfikir
Profesor liberal Dosen UIN Jakarta Musdah Mulia, seperti pakem liberal
lainnya Dosen UI Ade Armando, mendukung habis-habisan LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender) di Indonesia. Selain melakukan ceramah dimana-mana,
Musdah Mulia juga membuat buku untuk kampanye LGBT.
Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman
mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’
(Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah
Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa
homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena
itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and
created by God, thus permissible within Islam).
Dalam diskusi yang diaadakan tahun 2008 lalu, Musdah juga menyatakan bahwa ‘sarjana-sarjana
Islam moderat’ mengatakan tidak ada pertimbangan untuk menolak homoseksual
dalam Islam, dan bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan
‘tendensi para ulama’.
Musdah juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara lesbian dan tidak
lesbian. Dalam pandangan Allah, orang-orang dihargai didasarkan pada keimanan
mereka. Ia juga menyatakan bahwa homoseksualitas dari Tuhan dan sebaiknya
dianggap sebagai suatu kelaziman.
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah
bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa
memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena
itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference
of Religions and Peace) ini, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan
non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan
ketaatannya.” (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In
the eyes of God, people are valued based on their piety).
Begitulah pendapat dua pembela LGBT ini di Indonesia. Karena mereka menulis
dan ceramah dimana-mana, maka banyak orang mengikutinya.
Islam bersuara
Dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukumnya. Meskipun sudah
sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam
tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau
pendukungnya.
Sebuah
Peringatan
Para
mufassir Al-Quran sekaliber Ibnu Katsir dan yang lainya yang memiliki keilmuan
tinggi, ketaqwaan serta kewaraan saja selama ratusan tahun tidak ada yang
berpendapat seperti anak-anak syariah dari IAIN Semarang itu atau seperti Prof.
Musdah Mulia yang berani menghalalkan homoseksual. Gerakan legalisasi
homoseksual yang dilakukan oleh kaum liberal di Indonesia sebenarnya sudah
melampaui batas. Bagi umat Islam, hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak
terpikirkan (“unthought”). Bagaimana mungkin, dari kampus berlabel Islam
justru muncul dosen dan mahasiswa yang berani menghalalkan homoseksual, suatu
tindakan bejat yang selama ribuan tahun dikutuk oleh agama. Gerakan legalisasi
homoseksual dari lingkungan kampus Islam tidak bisa dipandang sebelah mata.
Tindakan ini merupakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari gerakan
legalisasi homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum homoseksual
sendiri.
Referensi: madina online dan beberapa sumber bacaan berupa buku
0 komentar:
Posting Komentar