Selasa, 08 Agustus 2017
Seumpama Qithmir
Seumpama Qithmir!
Menjadi pemuda shidiq sebagaimana Yusuf ‘alaihissalam. Jujur dalam ibadah kepada Allah Ta’ala. Jujur dalam ikhlas, sebab pemuda yang didamba dalam sejarah adalah pemuda yang ikhlas dan berkomitmen dalam berjuang.
Berawal dari kisah pemuda kahfi bersama dengan anjingnya. Terurai kisah yang indah, yang tidak lekang oleh sejarah. Sebersit pembelajaran dapat kita ambil dari kisah tersebut.
Adalah Qithmir, seekor anjing setia milik salah satu penghuni gua. Termaktub dalam firman Allah Ta’ala “Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua....”. (Al-Kahfi: 18)
Menjadi sahabat yang baik
Meski adalah seekor anjing, namun ia mampu mengetuk janji Surga. Adalah Qithmir, hewan yang berbahagia, mampu menemani langkah orang-orang shalih yang berjumlah 7 jiwa. Itulah Qithmir, sang anjing yang yang dimuliakan oleh Allah, yang dimaktub kisahnya dalam Al-Qur’an. Lantas, apa rahasia? Tersebab ia menemani langkah perjuangan tujuh pemuda yang menyelamatkan tauhidnya dari kekejaman pemerintah raja Dikyanus. Ia yang mengawal ketujuh pemuda itu ke dalam gua. Ia yang meski harus mati terlebih dahulu dan tak bangun lagi kala ketujuh pemuda itu hidup kembali.
Itulah, gambaran sahabat, sesosok yang membawa pada ladang pahala, menghantar laju kita ke Surga. Tidakkah kita ingin seperti Qithmir? Yang meski hanya hewan biasa namun bisa mulia. Yah, meski kita adalah hamba biasa, manusia yang terbalur alpa, namun adanya sahabat setia yang menuntun ke Surga adalah sebuah hal yang harus niscaya adanya. Sebab sahabat akan menjadi syafaat kita di akhir sana. Sungguh, teringat kekata Syeikh Ibnul Qayyim jika tidak salah, ketika beliau sedang berkumpul bersama para sahabatnya, beliau lantas mengucap, “Sahabatku, jika kalian tidak menemukan diriku berada di Surga kelak bersama kalian, maka tanyakanlah kepada Allah, “Dimana si fulan yang dahulu mengingatkanku akan kebaikan?”, Jika ternyata aku berada di neraka, maka mintalah kepada Allah supaya Ia mengangkat, membersihkan dan memasukanku bersama kalian ke Jannah-Nya.”.
Allah, sungguh kerinduan memiliki sahabat sejati yang menuntun hingga ke Surga adalah cita yang terus terpatri dalam jiwa. Meski kadang aku sendiri belum merasa hadirnya yang hakiki, mungkin karena kesalahanku sendiri yang terlalu dalam tercebur dalam kubangan dosa. Hingga akhirnya sahabat yang dinanti harap pun tak kunjung ada hadirnya.
Ketika kutulis rangkaian kalimat ini, teringat jelas masa saat perpisahan dengan ustadz kami, ustadz Furqan Syuhada. Yah, beliau menyelip pesan seperti di atas. Kami tertunduk dalam suasana haru. Itulah perpisahan pilu kala kita terpisah dari seorang guru, yang mengajar erti hidup dan memakna kehidupan. Semoga, apa yang menjadi harap dan cita, akan berbuah nyata karena do’a yang terapal dari lisan pemilik raga yang menengadah tangan di akhir malam, bermunajat syahdu, berkhalwat rindu dengan Ar-Rahman. Doa tulus dari hati yang ikhlas pasti kan menuai nyata. Amiin.
#NayNazahah
Memeluk malam dalam Baluran rindu pada seorang teman
Pilang ceria, 07 Agustus 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar