Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir
oleh: Nay Binta
Telah
menjadi sunnatulloh bahwa Ia mengutus seorang Rosul pada suatu kaum dan
menurunkan al-kitab yang dijadikan sebagai pedoman dengan bahasa mereka. Tak
terkecuali nabi Muhammad Saw, beliau diutus oleh Alloh SWT membawa satu
mukjizat agung yaitu Al-Qur’an kepada bangsa Arab.Al-Qur’an diturunkan dengan
bahasa dan lisan Arab sehingga tak dapat dipungkiri lagi bahwa hal tersebut
amat membantu mereka dalam memahami Al-Qur’an.
Al-Qur’an
telah meninggikan kalam Arab baik dari segi lafadz, susunan bahasa maupun
kebalaghahan maknanya.Para sahabat Rosul paham betul Al-Qur’an, jika mereka
mendapati kebingungan dalam memahami suatu ayat maka mereka akan menanyakanya
pada Rosulloh SAW dan beliaupun menjelaskanya pada mereka sehingga jelaslah apa yang awalnya mereka
bingungkan.Karena itulah, ilmu tafsir tumbuh dan terus berkembang dari masa ke
masa.
I. Masa Tasyri’
(masa Rosul)
Alloh SwT telah
menurunkan Al-Qur’an dan Dialah yang akan menjaganya.Sebagaimana Ia memberikan
amanah pada Rosul-Nya untuk menjaganya dalam dada dan menjelaskan kandungan
Al-Qur’an pada umatnya.Alloh ta’ala berfirman pada nabi-Nya: (An-Nahl: 44)
Para ulama berselisih pendapat
mengenai kadar ayat yang Rosululloh Saw tafsirkan.Dalam hal ini ada 2 pendapat:
·
Rosul
menjelaskan semua makna dalam Al-Qur’an, sebagaimana beliau telah menjelaskan lafadz-lafadznya.
Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu
Taimiyah , beliau berkata:
“Suatu hal yang wajib diketahui
bahwa Rosulloh SAW menjelaskan kepada para sahabatnya makna Al-Qur’an
sebagaimana beliau menjelaskan lafadz-lafadznya”.
Hal ini termaktub dalam firman Alloh
Ta’ala dalam surat An-Nahl: 44.
Adapun dalil yang menjadi hujjah
mereka diantaranya:
Ayat ke 44 surat An-Nahl
“wa anzalna ilayka dzikra litubayyina
linnasi ma nuzzila ilaihim”
“Al-bayan” yang terdapat dalam ayat
tersebut mencakup makna dan lafadz, dengan kata lain; sebagaimana Rosul
menjelaskan lafadz Al-Qur’an secara keseluruhan maka, begitulah beliau
menjelaskan makna Al-Qur’an’’.
Hadits Anas bin Malik Ra. :
“Seorang sahabat jika ia membaca
Al-Baqarah dan Ali Imran maka ia akan berhenti pada surat tersebut(memahami maknanya)”.
Dan begitu pula riwayat lain
bahwa Ibnu Umar Ra menghafal Al-Qur’an
surat Al-baqarah selama beberapa tahun”.
Dengan 2 dalil diatas, pemegang pendapat ini
mengatakan jikalau maknanya hanya sekadar mengahafalnya saja maka, mereka tak
akan membutuhkan waktu yang lama.Hal ini menunjukan bahwa yang dimaksud disini
adalah memahami maknanya.
·
Rosulloh Saw
tidaklah menjelaskan makna ayat kecuali sedikit saja.
Dalil yang menjadi sandaran mereka
diantaranya:
“Mereka
mengatakan bahwa Alloh SWT memerintahkan
nabi-Nya untuk membatasi dalam pemberian makna ayat kepada para sahabatnya. Hal
tersebut berfungsi memberikan kesempatan pada para sahabat supaya mereka bisa
berfikir tentang kalamulloh dan mempelajari maknanya yang tidak dijelaskan,
menyelaminya dan mengambil kesimpulan dengan rujukan dalil-dalil yang sudah ada
diantara mereka”.
Kalaupun Rosululloh SAW menjelaskan semua
makna dalam Al-Qur’an maka, do’a Rosul untuk Ibnu Abbas ( Allohumma faqqihhu fi
ad-din wa ‘allimhu at-ta’wil) seakan sia-sia belaka. Karena manusia seolah pada
satu tingkatan dalam menta’wilkan Al-Qur’an.Lalu, mengapa Rosul mengkhususkan
Ibnu Abbas dengan doa tersebut? Hal ini dapat diartikan bahwa Rosululloh SAW
tidak menjelaskan makna lafadz dalam Al-Qur’an secara keseluruhan.
·
Pendapat yang
paling rajih dalam hal ini (menurut penulis):
Yaitu pendapat yang mengatakan bahwa
Rosul tidaklah mentafsirkan semua ayat dalam Al-Qur’an.Hal ini disebabkan
karena:
1)
Ada
Ayat-ayat yang dalam memahaminya
memerlukan ilmu mengenai kalam al-araby , dan
adapun Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka (kalam al-‘araby) maka,
dalam hal ini tidak memerlukan tafsiran lagi.
2)
Ada pula ayat
–ayat yang dapat langsung dipahami oleh akal, dalam hal ini sudah tidak
memerlukan bayan lagi.
Contoh:
“Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian”
3)
Ada pula
ayat-ayat yang Alloh SWT merahasiakan
ilmu tentangnya.
Diantaranya mengenai waktu terjadinya hari
kiamat, hakikat ruh, dan setiap perkara ghaib yang Alloh tidak menghabarkanya
pada Nabi SAW, lalu bagaimana Rosul akan menjelaskan pada umatnya sedang beliau
tidak mengetahuinya!.
4)
Ada ayat-ayat
yang tidak terlalu berarti jika kita mengetahui maknanya.
Contoh: Warna anjing ashabul kahfi, tongkat
nabi musa terbuat dari kayu apa…hal seperti itu tidak terlalu memberikan
manfaat jika kita tahu tentangnya.
Kesimpulan : “ Rosululloh Saw tidaklah
menafsirkan Al-Qur’an keseluruhanya, tidak pula hanya sedikit darinya tapi,
beliau menjelaskan sebagian saja yang dirasa perlu penjelasan mengenai ayat
tersebut”.
Ø
Metode Tafsir Rosululloh SAW
Rasululloh SAW dalam mentafsir Al-Qur’an
tidaklah menjelaskan keseluruhan tapi, hanya yang dirasa perlu dan tidak
mentafsirkan sesuatu yang tidak memiliki manfaat besar jika ditafsirkan.
Dan diantara metode yang Rosul Saw gunakan
dalam mentafsir Al-Qur’an diantaranya:
a)
Menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Al-qur’an
Contoh: ayat tentang sholat belum
dijelaskan kaifiyahnya dalam Al-Qur’an maka, Rosul-pun mejelaskanya dengan
sabdanya: ‘’Shollu kama ra-aitumuny ushally”, yang artinya; “
shalatlah kalian sebagaimana aku shalat”.
b)
Menjelaskan kemusykilan Al-Qur’an ( masih membingungkan)
Contoh:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad,
Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina
amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “maka,
hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal
itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri
kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat ini,
tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya bunayya
la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”
sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
c)
Mentakhsish
keumuman Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan Alloh mensyariatkan padamu
tentang pembagian waris untuk anak-anakmu , yaitu bagian anak laki-laki
sama dengan bagian dua anak perempuan..” dalam ayat ini terdapat keumuman
berupa semua anak mendapat waris lalu, Nabi SAW mentakhsisnya dengan sabdanya :
“ tidak ada waris bagi pembunuh ( yang membunuh pemberi waris)”.
d)
Mentaqyid
yang muthlaq dalam Al-Qur’an
Contoh :
Ayat “ dan bagi pencuri laki-laki maupun
perempuan maka potonglahtangankeduanya “ dalam ayat
tersebut hanya dicantumkan kemuthlakan ayat yaitu, tangan tanpa ada sifat atau
keterangan mengenai tangan yang bagaimana. Kemudian rosululloh Saw memberi
keterangan bahwa yang dimaksud “tangan” dalam ayat tersebut adalah pergelangannya.
e)
Menjelaskan lafadz yang masih memiliki kaitan atau Rosul bersabda sebagai
penguat hukum suatu ayat.
Contoh: ayat tentang kewajiban shalat yaitu “waaqimu ash-shalat..”dengan
sabda beliau: “ Islam dibangun atas 5 perkara; bersaksi bahwa tiada Illah yang
berhak disembah selain Alloh dan Muhammad Saw adalah utusan Alloh Swt, mendirikan
shalat….”
II. Tafsir pada
Masa Sahabat
Sebagaimana telah kami sebutkan pada pasal sebelumnya bahwa para sahabat
adalah orang Arab asli yang paham Al-qur’an yang mana jika mereka mendapati hal
musykil dalam Al-Qur’an mereka akan menanyakanya pada Rosul Saw dan merekapun
akan mendapatkan jawaban yang cukup. Adapun setelah
Rosululloh Saw wafat maka, ketika dibutuhkan penafsiran tentang
ayat-ayat al-Quran para sahabatlah yangmenjadi rujukan untuk
menafsirkankalamullah. Karena, generasi terdekat dengan nabi padakala itu
adalah generasi para sahabat, mereka mengalami masa ketika wahyu
diturunkankepada nabi, dan mengetahuiasbabunnuzul ayat-ayat yang
diturunkan.
Dalam
mentafsirkan Al-Qur’an para sahabat terkadang berbeda pendapat, hal tersebut
dikarenakan beberapa sebab diantaranya:
perbedaan
mereka dalam masalah Ilmu Bahasa, di antara mereka ada yang mengetahui sastra
Arab dan gaya Bahasa Arab dan di antara mereka ada yang tidak, perbedaan mereka
dalam mendampingi Nabi saw, sehingga di antara mereka ada yang mengetahui sebab
turunnya ayat, dan ada pula yang jarang mendampingi beliau sehingga tidak
mengetahui sebab turunnya ayat, serta perbedaan mereka dalam memahami ilmu
syar’I dan perbedaan intelejensia.
·
Keistimewaan Tafsir periode sahabat
@. Sedikit sekali mengambil tafsiranya dari
kabar israiliyyat.
@.Tafsir mereka belum mencakup seluruh ayat
Al-Qur’an, karena mereka paham bahasa Arab.
@.Mereka tidak terlalu membebani dalam
menafsirkan ayat sehingga sampai terjerumus pada lubang dosa, mereka
mencukupkan diri untuk mengetahui makna global dan tidak mencari makna rinci
jika tidak ada manfaat dari rincian tersebut.
C0ntoh: ayat: “ wa fakihata wa abba”
Mereka mencukupkan menafsirkan ayat tersebut dengan banyaknya nikmat Alloh yang Dia
anugerahkan pada hambanya.
@.Sedikit kodifikasi Tafsir, kebanyakan
mereka menjaga tafsir melalui riwayat saja, kalaupun ada yang membukukan, hal
itu hanya segelintir saja,dan diantara sahabat yang berusaha membukukanya adalah
sahabat Abdulloh bin amru bin al-Ash ra. beliau membukukan lembaran-lembaran miliknya
dan dinamakan dengan “ Ash-Shadiqah”. Beliu berkata mengenai Ash-Shadiqah; “
Shadiqah didalamnya mencakup segala yang telah aku dengar dari Rosul dan tidak
ada seorangpun diantara kami berdua”.
·
Metode Sahabat dalam mentafsirkan Al-Qur’an
3 Asas Tafsir
Sahabat:
1.
Mentafsirkan Al-qur’an dengan Al-Qur’an
Al-Quran mencakup seluruh ayat atau kalimat yang ijaz,
ithnab, ijmal, tabyiin, danseluruh istilah lughawiyyah. Hal ini menuntut para sahabat untuk kembali
ke al-Qurandalam menafsirkan terutama ayat-ayat yangmuta’aridhah (bertentangan). Dengan caramengumpulkan ayat-ayat tersebut dan
membandingkan dengan ayat yang terdapat pada surat yang lain.Dan diantara
contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an pada ayat mujmal yaitu; ada sebuah
ayat yang diturunkan global disuatu
tempat pada Al-Qur’an dan ditempat lain dirincikan, seperti kisah Adam dan
iblis dan kisah Musa dengan Fir’aun.
Metode tafsir ini adalah metode tafsir
terbaik.
2.
Tafsir Qur’an dengan qaul rosul
Contoh dalam hal ini adalah:
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad,
Bukhory, Muslim dan lainya dari Ibnu Mas’ud Ra ia berkata: ketika turun ayat “ alladzina
amanu walam yalbisuu imanahum bi dzulmin “maka,
hal tersebut membuat para sahabat merasa keberatan dan merekapun mengadukan hal
itu pada Rosul Saw: “ Wahai Rosul, diantara kami apakah ada seorang yang tak pernah mendhalimi diri
kami sendiri?” maka, Rosul bersabda: “ Itu bukanlah yang dimaksud dalam ayat
ini, tidakah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang shalih “ ya
bunayya la tusyrik billahi, inna syirka ladhulmun ‘adhim”
sesungguhnya kedhaliman yang dimaksud disini adalah syirik.
Diriwayatkan jugaoleh Tirmidzi dari Ali ra.
Bahwa ia berkata:” Aku bertanya pada Rosululloh mengenai “ yaumul hajjil akbar” maka Rosul bersabda: “ Haji akbar adalah hari nahr”.
3.
Tafsir al-Qur’an dengan Ijtihad dan Istinbath
Jika para sahabat tidak mendapati tafsir
suatu ayat dam Al-qur’an maupun as-Sunnah maka, mereka berijtihad mengenai
tafsir ayat tersebut.Hal ini (ijtihad) dikarenakan para sahabat adalah orang
yang paling tahu bahasa Arab, sebab nuzul suatu ayat, dan kebersamaan mereka di
majlis Rosul lebih banyak.
Diantara sebab rinci kebolehan mereka
mentafsirkan suatu ayat dengan ijtihad mereka diantaranya:
1.
Mereka paham
bahasa arab asli dan kandungan bahasa tersebut sehingga hal ini membantu mereka
memami suatu ayat.
2.
Kepahaman
mereka terhadap adat istiadat jahiliyyah sehingga membantu mereka dalam
meluruskan adat tersebut.
3.
Kepahaman
mereka terhadap keadaan ahlu kitab
yang berada di jazirah Arab saat turunya wahyu . Hal ini membantu mereka
mengetahui mana ayat-ayat yang ditujukan
untuk mereka dan mana yang ditujukan
pada orang muslim.
4.
Kepahaman
dan pengetahuan mereka mengenai sebab turunya suatu ayat.
Hal ini membantu mereka memahami berbagai
ayat, sebagaimana tercantum dalam sebuah kaidah :
“Pengetahuan mengenai sebab melahirkan
pemahaman kita mengenai sesuatu yang disebabkan”.
5.
Kekuatan
akal, pemahaman dan pengetahuan mereka.
-
Para sahabat
pentafsir Al-qur’an yang masyhur:
Abu bakr Ash-Shidiq,Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib,Abdulloh bin Mas’ud,Abdulloh bin Abbas, Zubair bin Awwam, Ubay
bin ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ary dan Aisyah ra.
·
Adapun
sahabat yang paling banyak riwayat tafsirnya adalah:
a.Ali bin Abi Thalib
Ia dijadikan rujukan tafsirr karena
keluasan ilmunya dan ia tidak disibukkan masalah kekholifahan.
b.
Abdulloh bin
Mas’ud ( ia mempunyai madrasah tafsir di Kufah)
Muridnya:
a)
Masruq bin
ajda’, b) Alqamah bin qais, c) Al-aswad bin yazid, d) Qatadah bin Diamah as-asdusi,
e) Abu Abdurrahman as-silmi, f) dan Amru bin Syurahbil.
c. Abdulloh bin abbas (ia mempunya madrasah
tafsir di Makkah)
Muridnya:
Mujahid bin jabr,Sa’id bin jabir,Thawus bin
kaysan,Atha bin aby rabbah,Ikrimah budak ibnu abbas.
d.
Ubay bin
Ka’ab (ia mempunyai
madrasah tafsir di Madinah)
Muridnya:
Abu Aliyah Ar-riyahy, Zaid bin Aslam, Muhamd bin ka’ab
al-Qiradhy, dan anaknya sendiri yaitu ath-Thufail bin Ubay bin Ka’ab.
NB:
Pada masa sahabat terdapat 2 jenis madrasah
dalam mentafsirkan Al-Qur’an, yaitu
1.
Madrasah Ahli Atsar,
yang hanya menafsirkan al Qur’an dengan atsar atau riwayat(madrasah Ahli
Tafsir bil Ma’tsur, aliran tafsir yang berpegang pada riwayat semata).Diantara
sahabat yang mengikuti madrasah (aliran) ini, ialahAbu Bakar r.a. dan‘Umar r.a.
Kedua sahabat ini tidak membenarkan penafsiran dengan ijtihad.
2.
Madrasah Ahli Ra’yi
Yaitu mereka yang disamping menafsirkan
al-Qur’an dengan riwayat,jugamempergunakan ijtihad (madrasah Ahli Tafsir bil
Ma’qul). Diantara sahabat yang mengikuti madrasah ini ialah Ibnu Mas’ud
dan Ibnu‘Abbas. Keduanya berusaha mengumpulkan sunnah yang mengenai tafsir dan
keduanya jugaterkenal mahir dalam bidang ta’wil atau istinbath. Karena itu, banyaklah pemahaman beliau yang diketengahkan dalam memahami ayat-ayat al Qur’an.
Dengan begitu, ciri-ciri tafsir pada masa sahabat secara umum yaitu; dengan ayatsendiri, dengan hadits, dan
dengan pendapat para sahabat.
·
Hukum Tafsir Sahabat
Tafsir sahabat dibagi menjadi dua:
-
Tafsir
mengenai hal yang tak bisa dinalar oleh akal yaitu, mengenai perkara ghaib,
asbabunnuzul dan lain-lain serta tafsir tersebut tidak berdasar ra’yu.
Maka hukum tafsir mereka adalah
marfu’, mengenai hal ini adalah WAJIB
diikuti.
-
Tafsir
shahabat yang tidak mengambil keterangan dari nabi hukumnya mauquf. Ulama
berbeda pendapat tentang hadits mauquf ini. Sebagian mengatakan hadits mauquf
tidak boleh diambil, sebagian lain mengatakan (pendapat rajihnya) boleh dengan alasan bahwa shahabat mengambil
hadits tersebut karena mendengar dari nabi. Terlebih jika yang membawakan
hadits tersebut empat shahabat yang ahli tafsir. Tafsir yang ini menjadi marfu’
hukman.
# Imam
Syafii termasuk ulama yang menjadikan perkataan sahabat sebagai hujjah, dan
jika para sahabat terjadi silang pendapat, maka ia merujuk pada tafsir
Khulafa’ar-Rasyidin,berikut penjelasannya:
-
Jika perkataan
mereka sesuai dengan al-Quran dan sunnah, maka perkataan mereka diterima.
-
Jika perkataan
mereka tidak berdasar pada al-Quran dan sunnah,maka diambil perkataan yang
banyak.
-
Jika perkataan
mereka sama,maka dilihat mana yang paling baik takhrijnya.
Contoh Produk Tafsir sahabat
Al
Qosim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami,
ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Juraij, ia berkata: Ibnu abbas
berkata tentang Firman Allah
“wa alquhu fi ghayabatil jubb
“
(tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur).
Ibnu Abbas berkata: “Al Jubb merupakan nama sumur yang terletak di
negeri Syam”.
“Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin”